Ada
banyak
sekali perempuan yang
telah menjadi istri dan ibu, namun tidak serta merta hanya
berkecimpung dalam urusan rumah
tangga saja. Mereka masih
mampu menunjukkan eksistensinya. Tak hanya di dalam
keluarga, para perempuan luar
biasa ini juga mampu memberikan
sebuah perubahan bagi dunia. Siapa saja mereka?
1.
SITI
KHADIJAH
Siti Khadijah adalah putri Khuwailid bin
As’ad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah. Siti
Khadijah dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat, pada tahun 68 sebelum
hijrah. Siti Khadijah tumbuh dalam
lingkungan yang keluarga yang mulia, sehingga akhirnya setelah dewasa ia
menjadi wanita yang cerdas, teguh, dan berperangai luhur. Karena itulah banyak
laki-laki dari kaumnya yang menaruh simpati padanya. Syaikh Muhammad Husain
Salamah menjelaskan bahwa Siti Khadijah, nasab dari jalur ayahnya bertemu
dengan nasab Rasulullah pada kakeknya yang bernama Qushay. Dia menempati urutan
kakek keempat bagi dirinya.
Pada tahun 575 Masehi, Siti Khadijah
ditinggalkan ibunya. Sepuluh tahun kemudian ayahnya, Khuwailid, menyusul.
Sepeninggal kedua orang tuanya, Siti
Khadijah
dan saudara-saudaranya mewarisi kekayaannya. Kekayaan warisan menyimpan bahaya.
Ia bisa menjadikan seseorang lebih senang tinggal di rumah dan hidup berfoya-foya.
Bahaya ini sangat disadari Siti Khadijah.
Ia pun memutuskan untuk tidak menjadikan dirinya pengangguran. Kecerdasan dan
kekuatan sikap yang dimiliki Siti Khadijah
mampu mengatasi godaan harta. Karenanya
Siti Khadijah mengambil alih bisnis keluarga.
Pada mulanya, Siti Khadijah menikah dengan
Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi. Pernikahan itu membuahkan dua orang anak yang
bernama Halah dan Hindun. Tak lama kemudian suamianya meninggal dunia, dengan
meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan
berkembang. Lalu Siti Khadijah menikah lagi untuk yang kedua dengan Atiq bin
‘A’id bin Abdullah Al-Makhzumi.
Setelah pernikahan itu berjalan beberapa waktu, akhirnya suami keduanya pun
meninggal dunia, yang juga meninggalkan harta dan perniagaan.
Dengan
demikian, saat itu Siti Khadijah menjadi wanita terkaya di kalangan bangsa
Quraisy. Karenanya, banyak pemuka dan bangsawan
bangsa Quraisy yang melamarnya, mereka ingin menjadikan dirinya sebagai istri.
Namun, Siti Khadijah menolak lamaran mereka dengan alasan bahwa perhatian Siti Khadijah saat itu sedang
tertuju hanya untuk mendidik anak-anaknya. Juga dimungkinkan karena, Khadijah
merupakan saudagar kaya raya dan disegani sehingga ia sangat sibuk mengurus
perniagaan.
Siti Khadijah mempunyai saudara sepupu yang
bernama Waraqah bin Naufal. Beliau termasuk salah satu dari hanif di
Mekkah. Ia adalah sanak keluarga Khadijah yang tertua. Ia mengutuk bangsa Arab
yang menyembah patung dan melakukan penyimpangan dari kepercayaan nenek moyang
mereka (Nabi Ibrahim dan Ismail).
Para sejawatnya mengakui keberhasilan Siti
Khadijah, ketika itu mereka memanggilnya “Ratu Quraisy” dan “Ratu Mekkah”. Ia
juga disebut sebagai at-Thahirah, yaitu “yang bersih dan suci”. Nama At-Thahirah itu diberikan
oleh sesama bangsa Arab yang juga terkenal dengan kesombongan, keangkuhan, dan
kebanggaannya sebagai laki-laki. Karenanya perilaku Siti Khadijah benar-benar patut
diteladani hingga ia menjadi terkenal di kalangan mereka.
Pertama kali dalam sejarah bangsa Arab, seorang
wanita diberi panggilan Ratu Mekkah dan juga dijuluki At-Thahirah. Orang-orang
memanggil Siti Khadijah
dengan Ratu Mekkah karena kekayaannya dan menyebut Siti Khadijah dengan At-Thahirah karena
reputasinya yang tanpa cacat.
Kepandaian dan kejelian dalam berdagang,
kemudian Beliau menawarkan Muhammad (ketika itu belum diangkat menjadi seorang
nabi) untuk menjual barang dagangannya. Kejujuran dan sikap profesional yang
dimiliki Muhammad dalam berdagang, membuat kekayaan Siti Khadijah semakin berlimpah. Suatu
ketika, Muhammad berkerja mengelola barang dagangan milik Siti Khadijah untuk
dijual ke Syam bersama Maisyarah. Setibanya dari berdagang Maysarah
menceritakan mengenai perjalanannya, mengenai keuntungan-keuntungannya, dan
juga mengenai watak dan kepribadian Muhammad. Setelah mendengar dan melihat
perangai manis, pekerti yang luhur, kejujuran, dan kemampuan yang dimiliki
Muhammad, kian hari Siti Khadijah
semakin mengagumi sosok Muhammad. Selain kekaguman, muncul juga
perasaan-perasaan cinta Siti Khadijah
kepada Muhammad.
Tibalah
hari suci itu. Maka dengan mas kawin
20 ekor unta muda, Muhammad menikah dengan Siti Khadijah pada tahun 595 Masehi.
Pernikahan itu berlangsung diwakili oleh paman Siti Khadijah, ‘Amr bin Asad. Sedangkan dari pihak
keluarga Muhammad diwakili oleh Abu Thalib dan Hamzah. Ketika Menikah, Muhammad
berusia 25 tahun, sedangkan Siti Khadijah berusia 40 tahun. Bagi keduanya,
perbedaan usia yang terpaut cukup jauh dan harta kekayaan yang tidak sepadan di
antara mereka, tidaklah menjadi masalah, karena mereka menikah dilandasi oleh
cinta yang tulus, serta pengabdian kepada Allah SWT. Dan, melalui pernikahan itu pula Allah SWT telah memberikan keberkahan
dan kemuliaan kepada mereka.
Dari pernikahan itu, Allah SWT menganugerahi mereka dengan
beberapa orang anak, maka dari rahim Siti Khadijah lahirlah enam orang anak
keturunan Muhammad. Anak-anak itu terdiri dari dua orang laki-laki dan empat
orang perempuan. Anak laki-laki mereka, Al-Qasim
dan Abdullah At-Tahir
At-Tayyib meninggal saat bayi.
Kemudian empat anak perempuannya adalah Zainab, Ruqayyah, Ummi Kulsum, dan Fatimah
Az-Zahra. Siti Khadijah
mengasuh dan membimbing anak-anaknya dengan bijaksana, lembut, dan penuh kasih
sayang, sehingga mereka pun setia dan hormat sekali kepada ibunya.
Setelah berakhirnya pemboikotan kaum Quraisy
terhadap kaum muslim, Siti Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita
kelaparan dan kehausan. Semakin hari kondisi kesehatan badannya semakin
memburuk. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia 60 tahun, wafatlah
seorang mujahidah suci yang sabar dan teguh imannya, Sayyidah Siti Khadijah
al-Kubra binti Khuwailid.
Siti Khadijah wafat dalam usia 65 tahun pada
tanggal 10 Ramadhan tahun ke-10 kenabian, atau tiga tahun sebelum hijrah ke
Madinah atau 619 Masehi. Ketika
itu, usia Rasulullah SAW
sekitar 50 tahun. Beliau dimakamkan di dataran tinggi Mekkah, yang dikenal
dengan sebutan Al-Hajun.
Karena itu, peristiwa wafatnya Siti Khadijah
sangat menusuk jiwa Rasulullah SAW.
Alangkah sedih dan pedihnya perasaan Rasulullah SAW ketika itu. Karena dua orang yang
dicintainya (Khadijah dan Abu Thalib) telah wafat, maka tahun itu disebut
sebagai ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah SAW.
Siti Khadijah yang memiliki wajah cantik
diriwayatkan sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Tidaklah Allah mengganti
untukku (istri) yang lebih baik darinya (Khadijah). Dia beriman kepadaku saat
orang-orang kufur. Dia mempercayaiku saat orang-orang mendustaiku. Dia
memberikan hartanya kepadaku saat orang-orang mengharamkan harta untukku. Dan
dia memberikan aku anak saat Allah tidak memberikan anak dari istri-istriku
yang lain”.
Khadijah yang besar di lingkungan keluarga
mulia adalah sosok wanita pilihan yang Allah amanahkan untuk mendampingi
Muhammad dalam menjalani tugasnya sebagai Rasul Allah SWT.
Salah satu hikmah dan intisari yang dapat
dipetik dari kisah hidup Siti Khadijah
adalah keuletannya, kesungguhannya, kecerdasan,
dan ketelitiannya dalam menjalankan usaha perdagangan. Tetapi semua usahanya
tidaklah menjadikan dirinya semata-mata untuk kesenangan yang bersifat
keduniawian semata. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, Siti
Khadijah dengan rela memberikan hartanya untuk
kepentingan dakwah Rasulullah SAW.
Dan hal itu Beliau lakukan sampai ajal menjemputnya.
Dengan demikian, atas apa yang dilakukan oleh Siti Khadijah sangatlah berkaitan erat dengan makna
zakat. Zakat hanya diwajibkan bagi mereka yang memiliki kelebihan harta yang
telah memenuhi syarat dan perhitungan yang telah ditetapkan. Artinya, jika
seseorang ingin berzakat, maka orang itu harus berusaha. Dan dari apa yang
Allah berikan atas hasil usahanya itulah yang wajib dikeluarkan sebagian
hartanya untuk zakat. Dan bagi seorang istri yang tidak bekerja, maka dia dapat
berzakat apabila dia mendapatkan nafkah yang khusus diberikan oleh suaminya.
Maka sebagai makhluk Allah SWT yang memiliki hawa nafsu dan otak, bekerja
merupakan ibadah yang sangat memiliki nilai pahala di sisi Allah SWT. Islam
tidak menghalangi kaum wanita untuk produktif dalam mencari karunia Allah SWT di dunia ini dengan bekerja, bahkan Islam
menganjurkan agar kaum wanita tidak kalah produktifnya dengan kaum pria.
Allah SWT pun memberikan pilihan bagi kaum
wanita dalam menentukan pilihannya dalam bekerja apakah dia mau memilih sebagai
pekerja, wanita karier, pengusaha, atau sebagai ibu rumah tangga. Semua itu
sama baiknya, selama mampu menjaga kehormatannya, harga dirinya, dan taat pada
aturan yang Allah SWT tetapkan. Apapun pilihannya, Insya Allah akan bernilai
pahala.
Dalam kisah Siti Khadijah, Allah SWT telah mengabadikan teladan bagi kaum wanita. Siti Khadijah adalah wanita yang cerdas, ibu rumah
tangga yang amanah, pendidik bagi anak-anaknya, dan pengusaha yang sukses, Istri seorang Nabi dan Rasul, dan pejuang di
jalan Allah
SWT.
Dan tidaklah mungkin Allah mengutus Siti Khadijah sebagai tauladan nasuha jika tidak
layak untuk diteladani, karena pada dasarnya kaum wanita adalah kaum yang mampu melakukan
semua itu.
2.
SITI AISYAH
Siti Aisyah
memiliki gelar Ash-Shiddiqah,
sering dipanggil dengan Ummu Mukminin, dan nama keluarganya adalah Ummu
Abdullah. Kadang-kadang ia juga dijuluki Humaira’. Namun Rasulullah SAW sering memanggilnya Binti Ash-Shiddiq. Ayah Aisyah bernama Abdullah,
dijuluki dengan Abu Bakar. Ia terkenal dengan gelar Ash-Shiddiq. Ibunya bernama Ummu Ruman. Ia
berasal dari suku Quraisy kabilah Taimi di pihak ayahnya dan dari kabilah
Kinanah di pihak ibu.
Sementara itu, garis keturunan Siti Aisyah
dari pihak ayahnya adalah Aisyah binti Abi Bakar ash-Shiddiq bin Abi Quhafah Utsman
bin Amir bin Umar bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay
bin Fahr bin Malik. Sedangkan dari pihak ibu adalah Aisyah binti Ummu Ruman
binti Amir bin Uwaimir bin Abd Syams bin Itab bin Adzinah bin Sabi’ bin Wahban
bin Harits bin Ghanam bin Malik bin Kinanah.
Siti Aisyah
lahir pada bulan Syawal tahun ke-9 sebelum hijrah, bertepatan dengan bulan Juli
tahun 614 Masehi, yaitu akhir tahun ke-5 kenabian. Kala itu tidak ada satu
keluarga muslim pun yang menyamai keluarga Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam hal jihad dan pengorbanannya
demi penyebaran agama Islam. Rumah Abu Bakar saat itu menjadi tempat yang penuh
berkah, tempat makna tertinggi kemuliaan, kebahagiaan, kehormatan, dan
kesucian, dimana cahaya mentari Islam pertama terpancar dengan terang.
Dari
perkembangan fisik, Siti Aisyah termasuk perempuan yang sangat cepat tumbuh dan
berkembang. Ketika menginjak usia sembilan atau sepuluh tahun, ia menjadi gemuk
dan penampilannya kelihatan bagus, padahal saat masih kecil, ia sangat kurus.
Dan ketika dewasa, tubuhnya semakin besar dan penuh berisi. Siti Aisyah adalah wanita berkulit putih dan
berparas elok dan cantik. Oleh karena itu, ia dikenal dengan julukan Humaira’
(yang pipinya kemerah-merahan). Ia juga perempuan yang manis, tubuhnya
langsing, matanya besar, rambutnya keriting, dan wajahnya cerah.
Tanda-tanda ketinggian derajat dan kebahagiaan
telah tampak sejak Siti Aisyah masih kecil pada perilaku dan gerak-geriknya. Namun seorang anak kecil
tetaplah anak kecil, dia tetap suka bermain-main. Walau masih kecil, Siti Aisyah tidak lupa tetap menjaga etika dan adab
sopan santun ajaran Rasulullah SAW di
setiap kesempatan.
Pernikahan
Rasulullah
SAW dengan Siti Aisyah
merupakan perintah langsung dari Allah SWT
setelah wafatnya Siti Khadijah. Setelah dua tahun wafatnya Siti Khadijah, turunlah wahyu kepada kepada
Rasulullah
SAW untuk menikahi Siti Aisyah. Kemudian Rasulullah SAW segera mendatangi Abu Bakar dan istrinya,
mendengar kabar itu mereka sangat senang, terlebih lagi ketika Rasulullah SAW setuju menikahi putri mereka. Maka dengan
segera disuruhlah Siti Aisyah
menemui Beliau.
Pernikahan
Rasulullah SAW dengan Siti Aisyah terjadi di Mekkah sebelum hjirah pada bulan
Syawal tahun ke-10 kenabian. Ketika dinikahi Rasulullah SAW, Siti Aisyah masih sangat belia. Diantara
istri-istri yang Beliau nikahi,
hanya Siti Aisyah yang masih dalam keadaan perawan. Siti Aisyah menikah pada usia 6 tahun. Tujuan inti
dari pernikahan dini ini adalah untuk memperkuat hubungan dan mempererat ikatan
kekhalifahan dan kenabian. Pada waktu itu, cuaca panas yang biasa dialami
bangsa Arab di negerinya menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan fisik anak
perempuan menjadi pesat di satu sisi. Di sisi lain, pada sosok pribadi yang
menonjol, berbakat khusus, dan berpotensi luar biasa dalam mengembangkan
kemampuan otak dan pikiran, pada tubuh mereka terdapat persiapan sempurna untuk
tumbuh dan berkembang secara dini.
Pada waktu
itu, karena Siti Aisyah masih gadis kecil maka yang dilangsungkan baru akad
nikah, sedangkan perkawinan akan dilangsungkan dua tahun kemudian. Selama itu
pula Beliau belum berkumpul dengan Siti Aisyah. Bahkan Beliau membiarkan Siti Aisyah
bermain-main dengan teman-temannya. Kemudian ketika Siti Aisyah berusia 9
tahun, Rasulullah SAW
menyempurnakan pernikahannya dengan Siti Aisyah.
Dalam pernikahan itu, Rasulullah SAW
memberikan mas kawin 500
dirham. Setelah pernikahan itu, Siti Aisyah
mulai memasuki rumah tangga Rasulullah SAW.
Dalam
hidupnya yang penuh jihad, Siti Aisyah wafat dikarenakan sakit pada usia 66
tahun, bertepatan dengan bulan Ramadhan, tahun ke-58 Hijriah. Ia dimakamkan di
Baqi’. Siti Aisyah dimakamkan pada malam itu juga (malam
Selasa tanggal 17 Ramadhan) setelah shalat witir. Ketika itu, Abu Hurairah
datang lalu menshalati jenazah Siti Aisyah,
lalu orang-orang pun berkumpul, para penduduk yang tinggal di kawasan-kawasan
atas pun turun dan datang melayat. Tidak ada seorang pun yang ketika itu
meninggal dunia dilayat oleh sebegitu banyak orang melebihi pelayat kematian Siti Aisyah.
3.
R.A.
KARTINI
Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun
1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangSAWan yang masih
sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak
diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh
orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil
sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena
takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan
buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya
di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).
Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada
hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada
kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu
menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan
berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia).
Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya
didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan
teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan
lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat
dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis
surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di
negeri Belanda.
Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat
dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orangtuanya dengan Raden Adipati
Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya
mengerti dan ikut mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah wanita. Berkat
kegigihannya Kartini berhasil mendirikan Sekolah Wanita di Semarang, Surabaya,
Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut
adalah “Sekolah Kartini”. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong,
ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara
yang miskin dan kaya.
Pada tanggal 17 september 1904, Kartini
meninggal dunia dalam usianya yang ke-25, setelah ia melahirkan putra
pertamanya. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan
membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya
di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis
Gelap Terbitlah Terang”.
Saat ini mudah-mudahan di Indonesia akan
terlahir kembali Kartini-kartini lain yang mau berjuang demi kepentingan orang
banyak. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri
ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk
memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan
menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.
Kartini yang merasa tidak bebas menentukan
pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan
sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun
teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita
Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah
kebiasan kurang baik itu. Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini
sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing
pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu
menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya
sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.
Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih
dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya. Namun yang lebih ekstrim
mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat daripada RA
Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan
Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan
berbagai alasan lainnya. Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini
tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita
Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan
pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara
pikirnya sudah dalam skop nasional. Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan
waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau
tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga
nasionalismenya sudah seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.
Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam
sejarah bangsa ini kita banyak mengenal nama-nama pahlawan wanita kita seperti
Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan,
Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya. Mereka berjuang
di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda. Ada yang berjuang di Aceh,
Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang berjuang pada zaman penjajahan
Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau setelah kemerdekaan. Ada yang
berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang
melalui organisasi maupun cara lainnya. Mereka semua adalah pejuang-pejuang
bangsa, pahlawan-pahlawan bangsa yang patut kita hormati dan teladani.
Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan
yang mengambil tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad,
dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami
perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan
keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari
belenggu diskriminasi. Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum
wanita di negeri ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut.
Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan
penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.
4.
INDIRA
GANDHI
Inilah wanita terkuat Asia yang telah empat
kali menduduki tampuk pemerintahan sebagai perdana menteri. Ia lahir dengan
nama Indira Priyadarshini Nehru Allahabad, 19 November 1917.
Ia menjabat perdana menteri India pada periode 1966-1977 dan periode 1980-1984
sebelum akhirnya mati ditembak oleh pengawalnya sendiri pada tanggal 31 Oktober 1984 (usia 66 tahun).
Indira adalah anak tunggal keluarga tokoh
besar Jawaharlal Nehru dengan Kamala. Kelahirannya sempat disambut ogah-ogahan
oleh keluarga besarnya yang mengharapkan cucu lelaki. Dalam keyakinan
orang-orang India, anak atau cucu pertama “seharusnya” lelaki. Namun, kakeknya,
Motilal Nehru, menenangkan mereka dengan mengatakan, “Anak perempuan ini kelak
akan lebih baik dari seribu anak lelaki.”
Indira pernah mengungkapkan bahwa di masa
kecilnya dia merasa kesepian dan tidak aman. Bukan hanya karena kurang teman
sebaya, tetapi juga karena ibunya yang sering sakit-sakitan itu tidak dapat
secara penuh menjalankan perannya sebagai seorang ibu rumah tangga. Indira
tumbuh di saat orang tua dan seluruh keluarganya, termasuk Mahatma Gandhi,
sibuk berkecimpung di kancah gerakan nasional. Sekolahnya berpindah-pindah dan
tidak sistimatis. Indira masih terlalu muda untuk memahami arti surat ayahnya
yang datang dari penjara pada awal tahun 1930an (kemudian hari ditulis dalam
buku Nehru’s Glimpses of World History). Hanya satu tahun saja di masa-masa itu
Indira dapat menikmati enaknya berada dalam organisasi Shantiniketan yang
didirikan Rabindranath Tagore, dan satu tahun saat kuliah pendek di Somerville
College, Oxford.
Kembali dari Inggris, Indira merombak tradisi
lama dengan menikahi seorang pemuda keturunan Persia, Feroze Gandhi, pada tahun
1942. Oleh kolonial Inggris, pasangan itu dipenjarakan secara terpisah di saat
gencarnya kebangkitan gerakan Quit India. Setelah itu Indira dan Feroze menetap
di Lucknow di mana dia melahirkan Rajiv dan Sanjay, tahun 1944 dan 1946.
Tahun 1946 Indira ditunjuk sebagai perdana
menteri ad interim. Memang, lama sebelum akhirnya menjanda tahun 1960, Indira
telah terlatih menjadi pembantu dan penasihat terdekat ayahnya, Jawaharlal
Nehru, dalam mengatur dan memerintah negara.
Tahun 1955 Indira terpilih dalam Komite Kerja
Kongres dan kemudian menjadi Presiden Partai Kongres di tahun 1959. Lima tahun
kemudian, wanita bermata elang ini terpilih sebagai perdana menteri India.
Banyak pihak yang berkomentar negatif atas terpilihnya Indira. Ia dianggap
hanya boneka dari sebuah “sindikat” di jajaran kepemimpinan Partai Kongres.
Pemerintahan Indira Gandhi banyak diwarnai
keputusan yang dianggap blunder, misalnya devaluasi mata uang rupee tanpa lebih
dulu mempersiapkan keuangan dalam dan luar negerinya. Ia pun membuat miris
banyak orang ketika memerintahkan penyerbuan sebuah kuil suci milik kaum Sikh
di tahun 1984. Tentara-tentara suruhannya menewaskan 450 orang Sikh. Peristiwa
ini dikenang sebagai Peristiwa Kuil Emas.
Pembantaian itulah yang juga mengakhiri
riwayat Indira Gandhi. Ia tewas ditembak oleh pengawalnya sendiri, yang tidak
lain adalah orang Sikh.
5.
JEANNE D’ARC
Jeanne d’Arc atau Jeanne of Arc (dalam bahasa Inggris)
adalah salah satu bab paling heroik dalam sejarah Perang Ratusan Tahun antara Perancis dan Inggris. Di Perancis ia dijuluki La Pucelle yang berarti “sang dara” atau “sang perawan”. Ia
seorang gadis anak petani di perbatasan Propinsi Champagne dan Lorraine. Masa
kecilnya dihabiskan di ladang membantu ayahnya, sedangkan dari sang ibu ia
mendapat pendidikan agama yang kuat serta ketrampilan mengurus rumah tangga.
Memasuki usia remaja, 12 tahun, Jeanne merasa mendapat wangsit
dari orang-orang suci utusan Tuhan; St. Michael, St. Catherine, dan St.
Margaret. Mereka mengabarkan bahwa sekaranglah saatnya bagi Jeanne untuk
membebaskan negerinya dari cengkeraman Inggris dan membantu putra mahkota untuk
merebut kembali tahta Kerajaan Prancis. Ketiga orang suci itu juga menyuruh Jeanne
untuk memotong rambut panjangnya, mengenakan seragam tentara lelaki dan angkat
senjata melawan Inggris.
Tahun 1492 Inggris dengan bantuan sekutunya
Burgundi berhasil mencaplok Paris dan seluruh Perancis Utara mulai dari Loire.
Perlawanan waktu itu sangat minim akibat kepemimpinan yang payah dan adanya
perasaan putus asa di kalangan prajurit. Henry VI dari Inggris mengalahkan
Perancis dan mengambil alih kerajaan.
Jeanne mendatangi kapten angkatan perang
putra mahkota. Kepada sang kapten dan putra mahkota, Jeanne berjanji akan
meraih kemenangan di bawah komandonya. Ia juga menceritakan mengenai
“panggilan” para orang suci yang ia terima. Setelah melalui ujian oleh suatu
badan yang terdiri dari sekelompok pemuka agama, Jeanne diberi pasukan dan
diberi pangkat kapten.
Pada Perang Orleans bulan Mei 1429, Jeanne
memimpin pasukannya dan secara mengejutkan, boleh dikata secara ajaib, berhasil
mengalahkan Inggris. Dia melanjutkan peperangan melawan musuh di sepanjang
perbatasan Loire. Kegagahan pasukan Jeanne membuat musuh ciut nyalinya. Mereka
bertempur tak kenal takut, layaknya pasukan dari langit. Sehingga sewaktu dia
mengincar pasukan Lord Talbot di Patay, kebanyakan pasukan Inggris dan Commander
Sir John Fastolfe menyerah dalam pertempuran. Fastolfe kemudian dicap sebagai
pengecut oleh atasannya. Walaupun Lord Talbot berhasil mempertahankan tanah
kekuasaannya, dia kalah dalam pertempuran itu dan ditangkap bersama seratus
bangsawan Inggris dan kehilangan
1800 tentara.
Charles VII kemudian diangkat menjadi raja
Perancis pada tanggal 17 Juli 1429, di Katedral Reims. Pada saat pentahbisan
raja, Jeanne mendapat tempat kehormatan setelah raja. Jeanne diberi penghargaan
karena berjasa terhadap negerinya.
Pada tahun 1430, Jeanne tertangkap oleh
pasukan Burgundi sewaktu mempertahankan Compeigne, dekat Paris, lalu dijual
kepada Inggris. Pihak Inggris lantas menyerahkannya untuk diadili di pengadilan
gereja Rouen yang dipimpin oleh Pierre Cauchon, seorang pendeta yang
pro-Inggris di Beauvais. Jeanne dituntut dengan pasal sebagai tukang sihir dan
melawan norma agama, melanggar hukum Tuhan, karena berpakaian lelaki. Jeanne
memang belum juga menanggalkan penyamarannya sebagai lelaki sampai ketika
ditangkap karena ia merasa belum mendapat wangsit untuk berganti pakaian.
Selain itu, penyamaran tersebut dipertahankan juga untuk berjaga-jaga dari
kemungkinan diperkosa oleh penjaga penjara. Jeanne tetap dinyatakan bersalah.
Setelah diinterogasi selama empat belas bulan,
pada tanggal 30 Mei 1431, Jeanne d’Arc si gadis petani yang gagah berani dan sangat
berjasa itu dihukum bakar sampai mati di tengah pasar Rouen. Usianya baru
menginjak 19 tahun ketika itu. Bagaimana dengan putra mahkota Charles VII yang
pernah ditolongnya hingga mencapai singgasana Prancis? Raja itu tak melakukan
apa pun untuk membebaskan gadis pahlawan itu.
Pengadilan ulang pun dilakukan
setelah perang berakhir. Paus Kallixtus III mengesahkan proses ini, yang
sekarang dikenal sebagai “pengadilan rehabilitasi” atas permintaan
Inquisitor-General Jean Brehal dan ibunda Jeanne, Isabelle Romée. Pada
tanggal 7 Juli 1456 pengadilan memutuskan bahwa Jeanne
dinyatakan tidak bersalah atas semua tuduhan yang ditimpakan padanya. Butuh
waktu lebih dari empat ratus tahun untuk benar-benar “mensucikan” nama Jeanne.
Tepatnya pada tahun 1920, Paus Benedict XV secara resmi memberinya gelar
kehormatan.
6.
EMMELINE
PANKHURST
Jika saja wanita
dengan lama lahir Emmeline Goulden itu tidak
keras kepala, mungkin wanita zaman sekarang tidak akan pernah masuk ke kotak
pemilu. Suara wanita hanya akan terdengar di dapur saat memanggil tukang susu
atau ketika memarahi anak-anaknya yang nakal. Perjuangan Emmeline yang sudah
kenyang keluar-masuk penjara membuat suara wanita menjadi unsur paling
menentukan bagi partai politik di seluruh dunia untuk memenangkan pemilu.
Wanita Inggris keturunan Victoria ini lahir
di kota Manchester pada tanggal 14 Juli 1858 dengan nama Emmeline Goulden. Di
masa kecilnya, ia banyak membaca buku seperti Uncle Tom’s Cabin, karya-karya
John Bunyan, dan bacaan mengenai kaum pejuang di Inggris. Ayahnya adalah
seorang yang terbuka, teatrikal, dan sering memperagakan berbagai karakter
teater di hadapan keluarganya. Dari ayahnya ini Emmeline banyak belajar
teknik-teknik berpidato yang penuh semangat dan bisa mempengaruhi orang.
Emmeline menikah dengan seorang pengacara
cemerlang Richard Pankhurst. Waktu itu Emmeline berumur 20 tahun dan Richard 40
tahun. Kawin dengan seorang pengacara membuat pemikiran Emmeline berkembang
pesat, terbuka, dan mempunyai kesadaran baru. Emmeline melahirkan lima anak,
tetapi dua anak lelakinya meninggal waktu kecil. Dan ketika kematian mendadak
menimpa suaminya tahun 1898, Emmeline terpaksa harus hidup sendiri dengan
anak-anak yang masih kecil.
Keberhasilannya bertahan sebagai orang tua tunggal, menghilangkan
rasa takut terhadap sistem masyarakat yang selama ini dipendamnya. Seperti negara-negara
kerajaan lainnya, kehidupan bernegara di Inggris masih sangat feodal. Mungkin
sudah watak orang Victoria untuk tidak tunduk begitu saja pada sebuah aturan
sehingga Emmeline merasa peraturan itu harus dirombak.
Bersama anak perempuannya Christabel,
Emmeline mengawali perjuangannya dengan mendirikan Serikat Sosial Politik
Wanita pada tahun 1903. Perjuangan ini baru intensif tahun 1905 setelah
Emmeline mengadopsi lebih banyak lagi pemikiran-pemikiran dari Revolusi
Perancis. Perjuangan ini mengandalkan simbol dan rasa simpati. Mereka memberi
selamat pada setiap orang yang baru keluar penjara. Mereka melakukan protes
dengan menyematkan setangkai bunga di baju setiap orang yang lalu-lalang.
Di masa perjuangannya, Emmeline dijuluki
agitator oleh penguasa; bukan karena dia seorang kriminal, tapi lebih karena
semangat kepemimpinannya. Lobi-lobi politik yang dilancarkan Emmeline menyentuh
seluruh lapisan masyarakat wanita. Hasilnya, gelombang protes pada penguasa
bertambah marak dan sempat menghangatkan Inggris selama selang 1905-1914.
Respon dari polisi dan hakim terhadap
gelombang protes cenderung berlebihan. Penjara wanita penuh oleh pemrotes.
Setiap mengeluarkan penyataan protes, Emmeline langsung ditangkap dan
dipenjara. Di tahun 1912 saja, di usianya yang sudah 54 tahun, Emmeline sampai
dua belas kali keluar-masuk penjara.
“Militansi yang dilakukan pria telah
menumpahkan darah di mana-mana. Tetapi, militansi wanita tidak menghilangkan
jiwa, malah menyelamatkannya. Tak ada alasan untuk menentang persamaan hak
wanita”, kata Emmeline dalam pernyataannya yang memukul balik pemerintah yang
serba laki-laki waktu itu.
Tahun 1914 Emmeline mengalihkan perjuangannya
untuk membantu Inggris dalam Perang Dunia I. Empat tahun kemudian perjuangannya
membuahkan hasil. Wanita di atas usia 30 tahun dinyatakan berhak untuk memilih.
Tapi usia 30 oleh Emmeline dirasa terlalu tua. Di usia itu wanita cenderung
sudah tidak produktif lagi. Perjuangannya berlanjut hingga akhirnya wanita
Inggris boleh memilih pada usia yang lebih muda lagi yaitu 21 tahun, bersamaan
dengan meninggalnya Emmeline pada 14 Juni 1928.
Perjuangan Emmeline telah mengubah tatanan
pemilihan umum hampir di seluruh dunia. Bahkan Amerika Serikat sudah mengadopsi
pemikiran Emmiline lebih dulu dengan dibolehkannya wanita memilih pada pemilu
1920. Semenjak itulah, bilik-bilik pemilu tidak melulu dipenuhi kaum lelaki,
tetapi juga oleh ibu-ibu dan wanita dewasa di seluruh dunia. Seharusnya para
politisi lelaki tahu sejak dulu bahwa jumlah wanita memang lebih banyak dari
pria. Butuh seorang Emmeline Pankhurst untuk membuat kita sadar.
7.
MARGARET
THATCHER
Wanita bernama lengkap Margaret
Hilda Roberts adalah perdana
menteri wanita pertama di Kerajaan Inggris. Posisi itu dipertahankannya selama
tiga periode (1979-1990), meninggalkan banyak kenangan dan catatan sejarah di
pergaulan internasional. Terlahir dengan nama Margaret Hilda Roberts di
Grantham, Inggris, 13 Oktober 1925, anak kedua dari seorang grosir sayur-mayur
dan penjahit pakaian.
Selain cantik, Margaret cemerlang sejak muda.
Ia meraih gelar sarjana dalam ilmu kimia di Sommerville College dan gelar
Master of Art dari Universitas Oxford. Tahun 1950 ia bekerja sebagai tenaga
ahli riset kimia dan kemudian menikah dengan Denis Thatcher. Dua tahun kemudian
ia “menyeberang” profesi menjadi jaksa dengan spesialisasi hukum perpajakan.
Langkahnya semakin tak terbendung di bidang politik. Tahun 1959 Margaret
terpilih duduk di Majelis Rendah parlemen Inggris. Dari tahun 1970 sampai 1974,
dia menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, di mana dia
melancarkan serangkaian protes terhadap penghapusan pembagian susu gratis di
sekolah-sekolah.
Setelah kubu Konservatif kalah pada tahun
1974, dia menantang Heath (Richard George) yang menjadi perdana menteri
sebelumnya untuk menduduki kursi ketua partai (sekaligus pemimpin oposisi).
Margaret berhasil menduduki posisi ini pada tahun 1975. Empat tahun kemudian
Margaret membawa partainya pada kemenangan dan ia menjadi perdana menteri
wanita pertama di Inggris. Komitmennya waktu itu menyembuhkan kemunduran
ekonomi Inggris dan mengurangi kekuasaan pemerintah.
Tahun 1982 pasukan Argentina menduduki daerah
sekitar Pulau Falkland (Argentina menyebutnya Kepulauan Malvinas), daerah
kepulauan yang oleh kedua negara diklaim sebagai wilayah kekuasaannya.
Pemerintahan di bawah PM Margaret Thatcher mengirim pasukan untuk merebut
Falkland dan berhasil mengalahkan pasukan Argentina.
Didukung kesuksesan politik Pulau
Falkland-nya, Thatcher memimpin kubu konservatif dengan menyapu bersih suara
pada pemilihan di parlemen dan meraih kemenangan Juni 1983, dengan kebijakan
mengentaskan pengangguran. Masalah ini telah menjadi momok yang paling
menghantui Inggris selama lebih dari 50 tahun sebelumnya. Margaret juga
mendapat dukungan dengan rencana kebijakan privatisasinya. Maka, untuk ke dua
kalinya, Margaret terpilih kembali memimpin kerajaan Inggris sebagai pedana
menteri.
Oktober 1984, tentara pejuang Republik
Irlandia Utara menanam bom di Brighton’s Grand Hotel. Bom itu meledak dan
nyaris menewaskan si wanita besi ini. Untunglah dia selamat. Daya tahan
Margaret memang luar biasa; baik secara fisik maupun mental. Terbukti, tiga
tahun kemudian ia lagi-lagi menang pemilu dan bertahan di posisi perdana
menteri.
Selama tahun-tahun Thatcher menjabat perdana
menteri, pengangguran meningkat dua kali lipat pada tahun pertama
kepemimpinannya. Dia kemudian memperkenalkan ‘skema tunjangan usaha’: proyek
untuk merangkul kaum pengangguran. Tapi, alih-alih terbentuk gabungan pengusaha
muda dari proyek ini, malah Margaret dipersalahkan karena tidak terjadi
perubahan berarti. Meski telah dijanjikan bahwa setiap penganggur yang ikut
dalam proyek ini akan menerima 40 pound seminggu, proyek ini tidak berjalan.
Pada periode kedua pemerintahannya,
popularitas Margaret menurun tajam dengan perbandingan 26 persen (puas),
melawan 70 persen (tidak puas). Berarti dia bukanlah pemimpin yang populer
lagi. Keputusannya untuk menggolkan peningkatan pajak masyarakat ditentang
habis-habisan oleh publik. Selain itu manuver politiknya ini menghilangkan
dukungan dari sebagian anggota partai konservatif sendiri. Demonstrasi anti
pemberlakuan peningkatan pajak terbesar terjadi pada 31 Oktober 1990. Massa
dengan jumlah sangat besar berdemontrasi di Trafalgar Square, dihadiri banyak
sekali pemilih dari kelas menengah, juga pemrotes tetap kubu konservatif, yang
akhirnya berbuntut keributan fisik.
Para menteri kemudian mulai memikirkan
kebijakan yang merupakan kebalikan dari apa yang dilakukan Margaret. Jelas ini
merupakan bendera kekalahan bagi Margaret. Karier politiknya sudah tak mungkin
kembali lagi. Dalam kerusuhan antipeningkatan pajak yang baru lalu itu,
Margaret kehilangan dukungan konselornya, Nigel Lawson, dan mulai kehilangan
kontak dengan partainya. Nigel Lawson mengundurkan diri pada 26 Oktober 1989
sebagai protes atas kebijakan Margaret yang tetap mempertahankan penasehat
ekonominya Sir Alan Walters. Sir Alan waktu itu banyak sekali berselisih paham
dengan kebijakan konselor Lawson yang menyarankan agar poundsterling Inggris
tetap membayangi kebijakan mata uang Jerman, Deutschmark.
Periode pemerintahan 1985-1988 ditandai
dengan pertumbuhan yang kuat, tapi pada 1990an, ekonomi Inggris mengalami
resesi. Menghadapi musim gugur 1990, hasil jajak pendapat yang bernilai minus
bagi Margaret banyak dibicarakan oleh teman-teman Margaret.
Karuan saja tersebar isu yang menyatakan
bahwa Margaret akan mengakhiri karier polotiknya dan melebarkan jalan bagi
teman-temannya separtai di parlemen untuk memilih pemimpin baru. Isu ini masih
sering diperdebatkan sampai sekarang di kubu Konservatif. Menambah isu
sebelumnya, di awal 1990 tercatat Margaret sebagai pemimpin negara di Eropa
yang paling keras menentang penyatuan mata uang Eropa di bawah Uni Eropa dengan
mata uang Euro.
Semua itu dilalui dan dilakukan oleh Margaret
dengan kekerasan hati dan ketegaran yang luar biasa. Tidak heran jika wanita yang meninggal di usia 87 tahun pada tanggal 8 April
2013 itu mendapat julukan “wanita besi (Iron Lady)”.
Karena hanya seorang berhati besi
yang bisa memimpin Kerajaan Inggris,
yaitu Margaret Thatcher orangnya.
8.
AUNG SAN SUU KYI
Sebagaimana pendahulunya pemimpin Afrika
Selatan, Nelson Mandela, Aung San Suu Kyi dikenal di mata dunia internasional
sebagai simbol kepahlawanan dan perlawanan damai terhadap tindak kekerasan
negara. Dia dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991 saat masih
berstatus tahanan rumah selama dua tahun yang kemudian diperpanjang menjadi
enam tahun.
Aung San Suu Kyi, 69 tahun, adalah anak pemimpin
nasionalis terakhir Myanmar, Jendral Aung San, jenderal yang memimpin
perlawanan terhadap kolonialisme Inggris terhadap Myanmar (waktu itu masih
bernama Birma). Perjuangan jenderal ini mencapai puncak pada saat berhasil
memerdekakan Myanmar tahun 1948. Setelah menamatkan sekolah di Rangoon, Aung
San Suu Kyi pindah dan tinggal di India, kemudian pindah lagi ke Inggris untuk
kuliah.
Di Inggris inilah kemudian Suu Kyi bertemu
dan menikah dengan Michael Aris, seorang akademisi Oxford University. Pria ini
kelak banyak membantu sepak-terjang Suu Kyi karena merasa yakin perjuangan yang
dilakukan istrinya adalah sebuah takdir. Sebelum menikah Suu Kyi memperingatkan
Aris bahwa suatu saat dia harus dan pasti pulang ke Myanmar untuk membela
bangsanya dari tirani. Aris mengerti dan berjanji tak akan menghalang-halangi
perjuangan Suu Kyi.
“Sebelum menikah saya berjanji pada istri
saya bahwa saya tidak akan pernah berdiri di antara istri saya dan negeriny”,
kata Aris berjanji.
Perjuangan Suu Kyi mulai kelihatan dalam
percaturan politik sejak kembali dari Inggris tahun 1988 bersama suami dan dua
anaknya. Nama Suu Kyi cepat terangkat. Dia kemudian menjadi pemimpin gerakan
pro-demokrasi setelah terjadi represi brutal militer pada kelompok
pro-demokrasi di pertengahan tahun 1988 itu. Gerakan ini dengan segera berganti
menjadi partai politik dan menang mayoritas dengan 82 persen suara pada
pemilihan umum 1990. Sementera Suu Kyi masih dalam status tahanan rumah untuk
masa satu tahun lagi. Rezim militer, bagaimanapun, menolak mengakui kemenangan
orang sipil itu, apalagi menyerahkan kekuasaan. Suu Kyi semakin ditekan,
demikian pula partainya. Tindakan sewenang-wenang itu mengundang reaksi keras
dari dalam negeri dan dunia internasional.
Martin Smith, seorang penulis Myanmar,
memberi alasan mengapa Suu Kyi bisa dengan mudah dan secara alami menjadi
pemimpin, “Ayahnya adalah pendiri gerakan demokratik. Sehingga Suu Kyi
mempunyai silsilah untuk mewarisi tradisi kepemimpinan. Tetapi, tentu yang
paling menentukan adalah kemampuan dirinya. Kemampuannya berbicara di depan umum
yang menyuarakan demokrasi dan perubahan di Myanmar.”
Perjuangan tanpa kekerasan Suu Kyi banyak
diilhami oleh perjuangan hak-hak sipil Martin Luther King di Amerika dan
Mahatma Gandhi di India.
Tahun 1995 Suu Kyi dilepas dari tahanan
rumah. Namun, secara de facto, kebebasannya untuk bergerak dan berbicara tetap
dikekang. Kekerasan terhadap kaum pro-demokrasi pun terus berlanjut seperti
yang terjadi di sebagian kecil negara tetangga. Segigih apa pun militer
menangkalnya, wanita ramping ini ternyata lebih gigih sampai sekarang. Ia terus
berjuang melawan kekuatan senjata.
Hanya sedikit
orang yang rela berkorban begitu besar untuk berjuang, salah satunya adalah
Aung San Suu Kyi. Dia adalah simbol demokrasi Myanmar. Usahanya pun membuatnya
memenangi Nobel Perdamaian pada 1991 atas perjuangan tanpa kekerasan bagi hak
asasi manusia. Demi kebebasan rakyat Myanmar, Suu Kyi menghabiskan 15 tahun
dalam tahanan dan kehilangan waktu berharganya dengan dua anak dan suaminya,
Michael Aris, yang meninggal pada 1999. Penahanannya berakhir pada November 2010.
Meskipun dia tidak bisa menerima Nobel karena tengah dipenjara, namun
putranya menggambarkan dedikasi sang ibu bagi
Myanmar.
"Saya
tahu bahwa dia akan mulai dengan mengatakan bahwa ia menerima Hadiah Nobel
Perdamaian bukan atas namanya sendiri, melainkan atas nama rakyat Burma.
Berbicara sebagai anak, saya pribadi percaya bahwa dengan dedikasi dan
pengorbanan pribadi, Beliau telah menjadi simbol yang layak bagi semua rakyat
Myanmar."
9.
SUSAN HOCKFIELD
Sebagai
presiden perempuan pertama dari Institut Teknologi Massachusetts (MIT), Susan
Hockfield menunjukkan kepada putrinya bahwa tidak ada batasan untuk dedikasi,
kecerdasan, dan kerja keras bagi seorang perempuan.
Seiring
dengan posisi bergengsinya di Yale sebagai Profesor Neurobiologi dan Dekan Sekolah Pascasarjana
sekaligus presiden dari MIT, penelitian ilmiah Susan berfokus pada kanker otak.
Hal itu pun membuatnya menerima berbagai
penghargaan atas kontribusi ilmiah dan prestasi profesional. Di bawah
kepemimpinannya di MIT, Susan telah menjadi pendukung besar bagi penelitian
kolaboratif, terutama di bidang energi, pendidikan, dan kanker.
10.
HADIZATOU MANI
Ketika
berusia 12 tahun, Hadizatou Mani dijual keluarganya seharga US$500 untuk
dijadikan budak. Ia menghabiskan waktu 10 tahun yang menyakitkan dan baru
mendapatkan kebebasannya di usia 22 tahun.
Ia kini masih
berjuang untuk para perempuan di tanah airnya, Nigeria, yang terancam
perbudakan meski sudah dinyakan ilegal. Hadizatou Mani juga pernah memenangi
gugatan terhadap negaranya pada 2008 yang menyatakan bahwa Nigeria tidak
menegakkan hukum-hukum kebebasan.
"Saya tahu ini adalah satu-satunya cara untuk
melindungi anak saya dari penderitaan yang pernah saya alami. Tidak ada orang
yang pantas untuk diperbudak," ungkapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar