1 November 2012

PANGGIL AKU TANISHA



Tanisha dan Aylin adalah dua sahabat waria. Mereka tinggal di sebuah kontrakan sederhana. Meskipun waria, mereka tidak pernah berperilaku buruk dan merugikan. Sebaliknya, mereka sangat ramah dan baik sehingga disukai para tetangganya.
Tanisha sebenarnya berasal dari keluarga kaya raya. Papanya adalah seorang pengusaha sukses. Dia anak sulung dan memiliki dua adik perempuan. Nama aslinya adalah Altan Mahvin Dilara, sedangkan Tanisha adalah singkatan dari nama Mamanya Tasnim Sharliz. Saat remaja, kecenderungan Tanisha dalam perilaku seperti perempuan memang sudah terlihat. Dia lebih suka berteman dengan perempuan, perasaannya halus, dan hobinya membaca majalah fashion. Saat berada di LA, dia keluar dari kuliahnya dan pindah ke sekolah fashion desaigner. Keluarganya terutama Papanya syok berat saat Tanisha mengatakan ingin beroperasi transgender dan menjadi desainer di luar negeri setelah kembali ke Indonesia. Keinginannya itu ditentang keras oleh Papanya, namun Tanisha tidak menyerah. Dengan tabungan yang dimilikinya dan menjual mobilnya, dia terbang ke luar negeri untuk operasi. Saat kembali pulang, dia bertengkar hebat dengan Papanya yang berujung dengan diusirnya dia dari rumah dan dicabut semua fasilitas yang diberikan padanya.
Sudah tiga tahun ini Tanisha meninggalkan rumahnya. Dia mulai membangun impiannya menjadi seorang desainer dengan bekerja di sebuah butik. Pemiliknya bernama mbak Henna, adalah seorang desainer yang lumayan terkenal di Malang, orangnya sangat baik dan mau memberi kesempatan pada Tanisha untuk mengembangkan bakatnya dengan ilmu yang dimilikinya.

♥♥♥♥♥♥



Tanisha sedang sibuk di butik saat adik bungsunya menelpon dan memberi tau kalau Mamanya sakit dan ingin sekali bertemu dengannya. Dalam hatinya, Tanisha ingin sekali pulang untuk menemui Mamanya karena sejak kecil dia sangat dekat dengan Mamanya, dan kepergiannya ini membuatnya sangat tersiksa.
Pulang dari kerja, Tanisha lebih banyak diam. Dia duduk melamun di taman belakang rumah yang mungil. Aylin yang baru saja pulang dari salonnya merasa heran saat melihat pintu belakang terbuka malam hari begini. Dia lebih heran lagi setelah melihat Tanisha duduk sendirian di kursi kayu menatap langit, tidak biasanya seperti ini.
“Nis, kamu kenapa melamun malam-malam begini?” tanya Aylin lalu duduk di sebelah Tanisha.
Tanisha menoleh. “Mamaku sakit, Lin.. Tadi siang Vinta mengabari aku. Mamaku ingin sekali bertemu dengan aku.”
“Mama kamu sakit apa?” tanya Aylin serius.
“Sudah lama Mamaku sakit ginjal, dan beberapa hari ini kondisinya menurun. Mama tidak mau di bawa ke dokter apalagi rumah sakit. Mama hanya ingin bertemu dengan aku.” jawab Tanisha sedih.
“Lalu apa rencana kamu?”
“Aku ingin pulang ke Surabaya untuk bertemu dengan Mama.”
“Tapi minggu depan kamu mau ikut lomba desain gaun pesta di Thailand. Apa kamu akan mundur?”
Tanisha menghela nafas panjang. “Itu yang membuat aku bingung, Lin.. Tadi aku sudah membicarakannya dengan mbak Henna. Awalnya mbak Henna tidak setuju kalau aku batal ikut karena ini adalah kesempatanku, apalagi mbak Henna juga sudah membiayai aku untuk ikut lomba ini. Tapi setelah aku menjelaskan semuanya, mbak Henna menyerahkan keputusannya sama aku.”
“Perlombaan itu sangat penting buat kamu, Nisha.. Kalau kamu menang, kamu bisa mendapatkan kesempatan untuk menampilkan rancangan kamu di ajang pertunjukkan fashion di London dan kamu mendapat bea siswa untuk kursus sama perancang terkenal di Perancis selama enam bulan. Ini kesempatan emas buat kamu untuk membuktikan diri. Tunjukkan pada Papa kamu dan semua orang, walaupun kamu waria tapi kamu bisa menjadi seorang perancang yang handal. Kamu itu sangat berbakat, Nis.. Jangan kamu sia-siakan.” bujuk Aylin.
“Tapi bagaimana dengan Mamaku? Mamaku adalah segalanya untukku, dia lebih penting dari apapun juga. Impianku tidak artinya dibandingkan dengan Mamaku, Aylin..”
“Aku tau, Nis.. Saat Mamaku masih hidup dulu, aku juga melakukan segalanya untuk dia. Tapi impian kamu juga bagian terbesar dalam hidup kamu. Banyak yang sudah kamu korbankan untuk meraih impian kamu. Setelah kesempatan itu ada di depan mata, apa kamu rela melepasnya begitu saja?”
“Jadi aku harus bagaimana?”
“Besok kita pergi ke Surabaya. Kamu temui Mama kamu dan bujuk agar mau berobat ke rumah sakit. Kamu bisa menginap dua hari, setelah itu kamu kembali lagi ke sini untuk mempersiapkan perlombaan kamu di Thailand.
Tanisha berpikir sejenak. “Baiklah, kalau begitu aku telepon mbak Henna dulu untuk meminta izin.”

♥♥♥♥♥♥


Pagi-pagi Tanisha dan Aylin berangkat ke Surabaya dengan bus. Tiba di rumah Tanisha yang mewah, mereka bertemu dengan Mama dan adik-adik Tanisha. Papa Tanisha sudah berangkat kerja sehingga mereka tidak sempat bertemu. Tanisha memeluk erat Mamanya yang terbaring lemah di tempat tidur. Mereka menangis dan terhanyut dalam kerinduan yang mendalam. Kedua adik Tanisha dan Aylin duduk di sofa, melihat pertemuan Ibu dan anak yang mengharukan itu.
Tanisha terus duduk di samping Mamanya. Dia menyuapi makan dan berusaha membujuk Mamanya untuk berobat ke rumah sakit. Hampir dua jam lamanya dan akhirnya Mamanya Tanisha bersedia untuk dibawa ke rumah sakit.
Tiba di rumah sakit, Mamanya Tanisha langsung mendapat penanganan dari dokter yang merawatnya selama ini. Kamar Super VIP sudah dipilih untuk ruang inap Mamanya Tanisha. Shanaz, adik kedua Tanisha langsung mengabari Papanya perihal Mamanya yang sudah bersedia dirawat di rumah sakit, setelah meminta izin pada Tanisha.
Menjelang malam, Papanya Tanisha datang masih mengenakan pakaian kerja. Suasana yang sebelumnya ceria langsung berubah menjadi tegang. Semuanya terdiam menatap Papanya Tanisha yang mendekati Mamanya Tanisha. Tanisha yang duduk di samping Mamanya langsung menyingkir. Papanya Tanisha sempat melirik sebentar pada Tanisha tapi kemudian mengacuhkannya.
“Mama, bagaimana keadaannya?” tanya Papanya Tanisha dengan lembut.
“Mama lebih baik sekarang, Pa.. Karena Tanisha sudah ada di sini sekarang.” jawab Mamanya Tanisha sambil melirik Tanisha. Wajahnya yang pucat tersenyum bahagia.
Papanya seolah tidak memperdulikan kehadiran Tanisha. “Papa senang kalau Mama sudah lebih baik. Memang sudah seharusnya Mama mendapat perawatan dari dokter agar Mama cepat sembuh. Papa tidak mau melihat Mama sakit seperti ini.”
Tanisha dan Aylin memilih untuk keluar kamar. Mereka ingin memberikan kenyamanan untuk Papanya Tanisha, karena mereka tau Papanya Tanisha tidak menyukai kehadiran mereka. Lima belas menit kemudian pintu kamar terbuka, Papanya Tanisha keluar. Tanisha dan Aylin yang tadinya mengobrol langsung terdiam. Papanya Tanisha berjalan dan berhenti tepat di depan mereka.
“Altan, Papa ingin bicara sama kamu.” ucap Papanya Tanisha dingin tanpa melihat Tanisha lalu melangkah lagi menuju ruang tunggu di sebelah selatan.
Tanisha beranjak dari duduknya dan mengikuti Papanya. Dia duduk berjarak satu kursi di sebelah Papanya. “Apa kabar, Pa?” tanya Tanisha sopan.
“Terima kasih, Altan.. Kamu sudah membujuk Mama kamu untuk berobat ke rumah sakit.” ucap Papanya Tanisha dengan sangat tenang, menatap lurus ke depan.
“Tanisha melakukan ini untuk kebaikkan Mama sendiri. Tanisha ingin Mama sehat dan tidak sakit lagi.”
“Papa sedang berbicara dengan anak Papa, Altan. Siapa itu Tanisha? Aku sama sekali tidak mengenalnya.”
“Tanisha bukan lagi Altan, Pa.. Altan Mahvin Dilara sudah tidak ada lagi. Yang ada sekarang adalah Tanisha Khalda.”
Papanya Tanisha menoleh pada Tanisha. Mengamatinya dari atas hingga bawah, menatap lekat-lekat wajahnya. Ada kekecewaan dan kepedihan dalam sorot mata tua Papanya Tanisha yang Tanisha lihat dalam diamnya dan itu membuatnya terluka. Tanisha merasa sangat bersalah. “Kamu tetap bersikeras menjadi perempuan?” tanya Papanya Tanisha datar namun terdengar menyimpan kekecewaan di telinga Tanisha.
“Maafkan Tanisha, Pa.. Tapi ini sudah pilihan dan jalan hidup Tanisha.” jawab Tanisha pelan menatap penuh penyesalan pada Papanya.
Papanya Tanisha mengalihkan pandangan matanya. “Dulu saat kamu lahir, Papa bahagia sekali karena putra sulung Papa laki-laki. Banyak harapan yang Papa gantungkan padamu agar kelak kamu menjadi putra kebanggaan Papa, Altan Mahvin Dilara putra pengusaha Kahfi Rahman Ihsana. Kamu tumbuh menjadi anak yang sangat cerdas dan mandiri, Papa senang sekali melihat kamu selalu menjadi juara kelas dan tidak pernah menyusahkan orang tua. Harapan Papa padamu untuk menjadi penerus semakin besar. Kamu adalah putra kesayangan Papa yang selalu Papa banggakan kepada semua orang. Tapiii.....” Papanya Tanisha berhenti sejenak dan menghela nafas panjang seolah ada beban berat di dadanya yang ingin dilepaskan. “Tiba-tiba saja kamu memutuskan untuk menekuni sekolah fashion dan merubah jati diri kamu menjadi perempuan. Jujur Papa sangat terluka dan kecewa dengan semua itu. Apa yang kamu lakukan sangat memukul dan mengoyak bathin Papa, sakit sekali.” ucap Papanya Tanisha sambil memegang dadanya. “Hancur sudah seluruh harapan Papa padamu.” sesal Papanya Tanisha lalu memejamkan matanya.
  Tanisha menunduk, air matanya menetes tapi buru-buru dihapusnya. “Maafkan Tanisha, Pa.. Tanisha sama sekali tidak bermaksud untuk menyakiti dan mengecewakan Papa. Tapi Tanisha tidak bisa mengingkari bathin Tanisha sendiri.”
“Dosa apa yang sudah Papa perbuat hingga diberi cobaan yang berat ini? Mengapa Papa harus kehilangan putra kebanggan Papa?” ucap Papanya Tanisha, matanya menerawang.
Tanisha menatap Papanya. “Semua ini adalah pilihan hidup Tanisha, Pa.. Papa dan Mama sama sekali tidak ada salah atas apa yang terjadi pada Tanisha. Jika Papa masih berkenan mengakui Tanisha sebagai anak Papa, Tanisha berjanji tidak akan pernah mengecewakan Papa lagi. Tanisha akan tetap membuat Papa dan juga Mama bangga pada Tanisha dengan apa yang bisa Tanisha lakukan sekarang. Tanisha akan buktikan bahwa Tanisha bisa menjadi seorang desainer yang sukses dan ternama.” janji Tanisha sepenuh hati.
Papanya Tanisha melihat Tanisha, kali ini tatapannya lebih lembut. “Dalam tubuhmu mengalir darah Papa. Tidak mungkin Papa tidak mengakui kamu sebagai anak Papa walaupun kamu sudah berubah sekarang.”
Tanisha tersenyum sedikit, dia merasa lega Papanya masih mengakuinya sebagai anak. “Terima kasih, Pa..”

♥♥♥♥♥♥


Tanisha ditemani oleh mbak Henna, sedang bersiap menampilkan gaun rancangannya yang diperagakan oleh seorang model. Sebelum berangkat ke Thailand dua hari yang lalu, Tanisha sudah meminta restu pada orang tuanya, kedua adiknya, dan Aylin. Dengan berdebar-debar Tanisha menunggu giliran modelnya dipanggil oleh MC untuk tampil di atas catwalk.
Mbak Henna sengaja kembali ke kursi pengunjung sesaat sebelum gaun rancangan Tanisha ditampilkan. Dia ingin melihat respon dari para penonton dan reaksi para juri saat melihat model yang mengenakan gaun rancangan Tanisha muncul. Mbak Henna sangat berharap semua orang kagum dengan gaun rancangan Tanisha yang dinilainya sangat bagus, indah, dan berkarakter.
Saat MC mengumumkan pemenangnya, Tanisha terbengong dan matanya terbelalak karena terkejut bukan main. Namanya dipanggil sebagai juara satu lomba desain gaun pesta tingkat Asia yang diadakan di Thailand ini. Mbak Henna melompat-lompat kegirangan di tempat duduknya. Tanisha langsung sujud syukur dan menitikkan air mata haru. Dia berjalan keluar dari balik panggung menuju catwalk dengan menggandeng modelnya yang cantik. Tanisha menebar senyuman kepada semua orang dengan rona bahagia di wajahnya.
 Setelah menerima ucapan selamat, thropy, dan hadiah, Tanisha diberi kesempatan untuk berpidato sedikit. Dalam bahasa Inggris, Tanisha menyampaikan pidatonya.
“Alhamdulillah... Terima kasih untuk Allah atas izin dan anugerah-Nya kepada saya, untuk orang tua dan adik-adik saya atas do’a dan dukungannya, untuk mbak Henna atas dukungan, bantuan, kesempatan, dan segalanya, tanpa dia saya tidak akan bisa di sini sekarang, untuk sahabat terbaik saya, Aylin atas segalanya yang sudah kamu lakukan selama ini. Dan terima kasih untuk para juri serta hadirin semua, sudah memilih saya sebagai pemenang. Kemenangan ini saya persembahkan untuk orang tua saya sebagai bukti janji saya dan wujud terima kasih saya kepada mereka.”

♥♥♥♥♥♥


Keesokan paginya, Tanisha mendapat sms kejutan yang membuatnya semakin bahagia setelah kemenangannya semalam.
“Selamat atas kemenanganmu sebagai perancang terbaik di ajang perlombaan fashion tingkat Asia tadi malam. Papa, Mama, dan adik-adikmu ikut bahagia dan kami sangat bangga padamu. Pulanglah ke rumah anakku, Tanisha Khalda Ihsana. Rumah ini selalu terbuka untukmu. Kami sangat merindukanmu untuk berkumpul kembali seperti dulu.”
Tanisha menitikkan air mata haru setelah membaca sms dari Papanya. Kemenangan dan pidato Tanisha semalam ternyata direkam oleh mbak Henna lalu dikirimkan kepada Aylin. Oleh Aylin kemudian dikirimkan kepada Shahnaz. Tanisha sangat lega karena keluarganya sudah menerimanya kembali. Dia bisa menjalani kehidupannya yang sekarang dengan tenang dan tanpa beban lagi. Dia sudah membuktikan, meskipun seorang waria tapi dia bisa menjadi manusia yang berguna dan berprestasi. Tanisha mampu menunjukkan kepada semua orang, jangan pernah memandang sebelah mata kepada waria. Meskipun waria itu suatu “kekurangan” dan tidak sama dengan orang normal lainnya, tapi waria tetaplah manusia yang layak diperlakukan dengan baik dan sama seperti orang normal di dunia. Jangan pernah menyingkirkan keberadaan waria, karena waria bukanlah sampah masyarakat. Waria adalah bagian dari masyarakat yang berhak untuk hidup normal dan dihargai.

♥♥♥♥♥♥

Tidak ada komentar:

Posting Komentar