Tanisha dan Aylin
adalah dua sahabat waria. Mereka tinggal di sebuah kontrakan sederhana.
Meskipun waria, mereka tidak pernah berperilaku buruk dan merugikan.
Sebaliknya, mereka sangat ramah dan baik sehingga disukai para tetangganya.
Tanisha sebenarnya berasal dari keluarga
kaya raya. Papanya adalah seorang pengusaha sukses. Dia anak sulung dan
memiliki dua adik perempuan. Nama aslinya adalah Altan Mahvin Dilara, sedangkan
Tanisha adalah singkatan dari nama Mamanya Tasnim Sharliz. Saat remaja,
kecenderungan Tanisha dalam perilaku seperti perempuan memang sudah terlihat.
Dia lebih suka berteman dengan perempuan, perasaannya halus, dan hobinya
membaca majalah fashion. Saat berada di LA, dia keluar dari kuliahnya dan
pindah ke sekolah fashion desaigner. Keluarganya terutama Papanya syok berat
saat Tanisha mengatakan ingin beroperasi transgender dan menjadi desainer di
luar negeri setelah kembali ke Indonesia. Keinginannya itu ditentang keras oleh
Papanya, namun Tanisha tidak menyerah. Dengan tabungan yang dimilikinya dan
menjual mobilnya, dia terbang ke luar negeri untuk operasi. Saat kembali
pulang, dia bertengkar hebat dengan Papanya yang berujung dengan diusirnya dia
dari rumah dan dicabut semua fasilitas yang diberikan padanya.
Sudah tiga tahun ini Tanisha
meninggalkan rumahnya. Dia mulai membangun impiannya menjadi seorang desainer
dengan bekerja di sebuah butik. Pemiliknya bernama mbak Henna, adalah seorang
desainer yang lumayan terkenal di Malang, orangnya sangat baik dan mau memberi
kesempatan pada Tanisha untuk mengembangkan bakatnya dengan ilmu yang
dimilikinya.
♥♥♥♥♥♥
Tanisha sedang sibuk di butik saat adik
bungsunya menelpon dan memberi tau kalau Mamanya sakit dan ingin sekali bertemu
dengannya. Dalam hatinya, Tanisha ingin sekali pulang untuk menemui Mamanya
karena sejak kecil dia sangat dekat dengan Mamanya, dan kepergiannya ini
membuatnya sangat tersiksa.
Pulang dari kerja, Tanisha lebih banyak
diam. Dia duduk melamun di taman belakang rumah yang mungil. Aylin yang baru
saja pulang dari salonnya merasa heran saat melihat pintu belakang terbuka
malam hari begini. Dia lebih heran lagi setelah melihat Tanisha duduk sendirian
di kursi kayu menatap langit, tidak biasanya seperti ini.
“Nis, kamu kenapa melamun malam-malam
begini?” tanya Aylin lalu duduk di sebelah Tanisha.
Tanisha menoleh. “Mamaku sakit, Lin..
Tadi siang Vinta mengabari aku. Mamaku ingin sekali bertemu dengan aku.”
“Mama kamu sakit apa?” tanya Aylin
serius.
“Sudah lama Mamaku sakit ginjal, dan
beberapa hari ini kondisinya menurun. Mama tidak mau di bawa ke dokter apalagi
rumah sakit. Mama hanya ingin bertemu dengan aku.” jawab Tanisha sedih.
“Lalu apa rencana kamu?”
“Aku ingin pulang ke Surabaya untuk
bertemu dengan Mama.”
“Tapi minggu depan kamu mau ikut lomba
desain gaun pesta di Thailand. Apa kamu akan mundur?”
Tanisha menghela nafas panjang. “Itu
yang membuat aku bingung, Lin.. Tadi aku sudah membicarakannya dengan mbak Henna.
Awalnya mbak Henna tidak setuju kalau aku batal ikut karena ini adalah
kesempatanku, apalagi mbak Henna juga sudah membiayai aku untuk ikut lomba ini.
Tapi setelah aku menjelaskan semuanya, mbak Henna menyerahkan keputusannya sama
aku.”
“Perlombaan itu sangat penting buat
kamu, Nisha.. Kalau kamu menang, kamu bisa mendapatkan kesempatan untuk
menampilkan rancangan kamu di ajang pertunjukkan fashion di London dan kamu
mendapat bea siswa untuk kursus sama perancang terkenal di Perancis selama enam
bulan. Ini kesempatan emas buat kamu untuk membuktikan diri. Tunjukkan pada
Papa kamu dan semua orang, walaupun kamu waria tapi kamu bisa menjadi seorang
perancang yang handal. Kamu itu sangat berbakat, Nis.. Jangan kamu sia-siakan.”
bujuk Aylin.
“Tapi bagaimana dengan Mamaku? Mamaku
adalah segalanya untukku, dia lebih penting dari apapun juga. Impianku tidak
artinya dibandingkan dengan Mamaku, Aylin..”
“Aku tau, Nis.. Saat Mamaku masih hidup
dulu, aku juga melakukan segalanya untuk dia. Tapi impian kamu juga bagian
terbesar dalam hidup kamu. Banyak yang sudah kamu korbankan untuk meraih impian
kamu. Setelah kesempatan itu ada di depan mata, apa kamu rela melepasnya begitu
saja?”
“Jadi aku harus bagaimana?”
“Besok kita pergi ke Surabaya. Kamu
temui Mama kamu dan bujuk agar mau berobat ke rumah sakit. Kamu bisa menginap
dua hari, setelah itu kamu kembali lagi ke sini untuk mempersiapkan perlombaan
kamu di Thailand.
Tanisha berpikir sejenak. “Baiklah,
kalau begitu aku telepon mbak Henna dulu untuk meminta izin.”
♥♥♥♥♥♥
Pagi-pagi Tanisha dan Aylin berangkat ke
Surabaya dengan bus. Tiba di rumah Tanisha yang mewah, mereka bertemu dengan
Mama dan adik-adik Tanisha. Papa Tanisha sudah berangkat kerja sehingga mereka
tidak sempat bertemu. Tanisha memeluk erat Mamanya yang terbaring lemah di
tempat tidur. Mereka menangis dan terhanyut dalam kerinduan yang mendalam.
Kedua adik Tanisha dan Aylin duduk di sofa, melihat pertemuan Ibu dan anak yang
mengharukan itu.
Tanisha terus duduk di samping Mamanya.
Dia menyuapi makan dan berusaha membujuk Mamanya untuk berobat ke rumah sakit.
Hampir dua jam lamanya dan akhirnya Mamanya Tanisha bersedia untuk dibawa ke
rumah sakit.
Tiba di rumah sakit, Mamanya Tanisha
langsung mendapat penanganan dari dokter yang merawatnya selama ini. Kamar
Super VIP sudah dipilih untuk ruang inap Mamanya Tanisha. Shanaz, adik kedua
Tanisha langsung mengabari Papanya perihal Mamanya yang sudah bersedia dirawat
di rumah sakit, setelah meminta izin pada Tanisha.
Menjelang malam, Papanya Tanisha datang
masih mengenakan pakaian kerja. Suasana yang sebelumnya ceria langsung berubah
menjadi tegang. Semuanya terdiam menatap Papanya Tanisha yang mendekati Mamanya
Tanisha. Tanisha yang duduk di samping Mamanya langsung menyingkir. Papanya
Tanisha sempat melirik sebentar pada Tanisha tapi kemudian mengacuhkannya.
“Mama, bagaimana keadaannya?” tanya
Papanya Tanisha dengan lembut.
“Mama lebih baik sekarang, Pa.. Karena
Tanisha sudah ada di sini sekarang.” jawab Mamanya Tanisha sambil melirik
Tanisha. Wajahnya yang pucat tersenyum bahagia.
Papanya seolah tidak memperdulikan
kehadiran Tanisha. “Papa senang kalau Mama sudah lebih baik. Memang sudah
seharusnya Mama mendapat perawatan dari dokter agar Mama cepat sembuh. Papa
tidak mau melihat Mama sakit seperti ini.”
Tanisha dan Aylin memilih untuk keluar
kamar. Mereka ingin memberikan kenyamanan untuk Papanya Tanisha, karena mereka
tau Papanya Tanisha tidak menyukai kehadiran mereka. Lima belas menit kemudian
pintu kamar terbuka, Papanya Tanisha keluar. Tanisha dan Aylin yang tadinya
mengobrol langsung terdiam. Papanya Tanisha berjalan dan berhenti tepat di
depan mereka.
“Altan, Papa ingin bicara sama kamu.”
ucap Papanya Tanisha dingin tanpa melihat Tanisha lalu melangkah lagi menuju
ruang tunggu di sebelah selatan.
Tanisha beranjak dari duduknya dan
mengikuti Papanya. Dia duduk berjarak satu kursi di sebelah Papanya. “Apa
kabar, Pa?” tanya Tanisha sopan.
“Terima kasih, Altan.. Kamu sudah
membujuk Mama kamu untuk berobat ke rumah sakit.” ucap Papanya Tanisha dengan
sangat tenang, menatap lurus ke depan.
“Tanisha melakukan ini untuk kebaikkan
Mama sendiri. Tanisha ingin Mama sehat dan tidak sakit lagi.”
“Papa sedang berbicara dengan anak Papa,
Altan. Siapa itu Tanisha? Aku sama sekali tidak mengenalnya.”
“Tanisha bukan lagi Altan, Pa.. Altan
Mahvin Dilara sudah tidak ada lagi. Yang ada sekarang adalah Tanisha Khalda.”
Papanya Tanisha menoleh pada Tanisha.
Mengamatinya dari atas hingga bawah, menatap lekat-lekat wajahnya. Ada
kekecewaan dan kepedihan dalam sorot mata tua Papanya Tanisha yang Tanisha
lihat dalam diamnya dan itu membuatnya terluka. Tanisha merasa sangat bersalah.
“Kamu tetap bersikeras menjadi perempuan?” tanya Papanya Tanisha datar namun
terdengar menyimpan kekecewaan di telinga Tanisha.
“Maafkan Tanisha, Pa.. Tapi ini sudah
pilihan dan jalan hidup Tanisha.” jawab Tanisha pelan menatap penuh penyesalan
pada Papanya.
Papanya Tanisha mengalihkan pandangan
matanya. “Dulu saat kamu lahir, Papa bahagia sekali karena putra sulung Papa
laki-laki. Banyak harapan yang Papa gantungkan padamu agar kelak kamu menjadi putra
kebanggaan Papa, Altan Mahvin Dilara putra pengusaha Kahfi Rahman Ihsana. Kamu
tumbuh menjadi anak yang sangat cerdas dan mandiri, Papa senang sekali melihat
kamu selalu menjadi juara kelas dan tidak pernah menyusahkan orang tua. Harapan
Papa padamu untuk menjadi penerus semakin besar. Kamu adalah putra kesayangan
Papa yang selalu Papa banggakan kepada semua orang. Tapiii.....” Papanya
Tanisha berhenti sejenak dan menghela nafas panjang seolah ada beban berat di
dadanya yang ingin dilepaskan. “Tiba-tiba saja kamu memutuskan untuk menekuni
sekolah fashion dan merubah jati diri kamu menjadi perempuan. Jujur Papa sangat
terluka dan kecewa dengan semua itu. Apa yang kamu lakukan sangat memukul dan
mengoyak bathin Papa, sakit sekali.” ucap Papanya Tanisha sambil memegang
dadanya. “Hancur sudah seluruh harapan Papa padamu.” sesal Papanya Tanisha lalu
memejamkan matanya.
Tanisha menunduk, air matanya menetes tapi buru-buru dihapusnya.
“Maafkan Tanisha, Pa.. Tanisha sama sekali tidak bermaksud untuk menyakiti dan
mengecewakan Papa. Tapi Tanisha tidak bisa mengingkari bathin Tanisha sendiri.”
“Dosa apa yang sudah Papa perbuat hingga
diberi cobaan yang berat ini? Mengapa Papa harus kehilangan putra kebanggan
Papa?” ucap Papanya Tanisha, matanya menerawang.
Tanisha menatap Papanya. “Semua ini
adalah pilihan hidup Tanisha, Pa.. Papa dan Mama sama sekali tidak ada salah
atas apa yang terjadi pada Tanisha. Jika Papa masih berkenan mengakui Tanisha
sebagai anak Papa, Tanisha berjanji tidak akan pernah mengecewakan Papa lagi.
Tanisha akan tetap membuat Papa dan juga Mama bangga pada Tanisha dengan apa
yang bisa Tanisha lakukan sekarang. Tanisha akan buktikan bahwa Tanisha bisa
menjadi seorang desainer yang sukses dan ternama.” janji Tanisha sepenuh hati.
Papanya Tanisha melihat Tanisha, kali
ini tatapannya lebih lembut. “Dalam tubuhmu mengalir darah Papa. Tidak mungkin
Papa tidak mengakui kamu sebagai anak Papa walaupun kamu sudah berubah
sekarang.”
Tanisha tersenyum sedikit, dia merasa
lega Papanya masih mengakuinya sebagai anak. “Terima kasih, Pa..”
♥♥♥♥♥♥
Tanisha ditemani oleh mbak Henna, sedang
bersiap menampilkan gaun rancangannya yang diperagakan oleh seorang model.
Sebelum berangkat ke Thailand dua hari yang lalu, Tanisha sudah meminta restu
pada orang tuanya, kedua adiknya, dan Aylin. Dengan berdebar-debar Tanisha
menunggu giliran modelnya dipanggil oleh MC untuk tampil di atas catwalk.
Mbak Henna sengaja kembali ke kursi
pengunjung sesaat sebelum gaun rancangan Tanisha ditampilkan. Dia ingin melihat
respon dari para penonton dan reaksi para juri saat melihat model yang
mengenakan gaun rancangan Tanisha muncul. Mbak Henna sangat berharap semua
orang kagum dengan gaun rancangan Tanisha yang dinilainya sangat bagus, indah,
dan berkarakter.
Saat MC mengumumkan pemenangnya, Tanisha
terbengong dan matanya terbelalak karena terkejut bukan main. Namanya dipanggil
sebagai juara satu lomba desain gaun pesta tingkat Asia yang diadakan di
Thailand ini. Mbak Henna melompat-lompat kegirangan di tempat duduknya. Tanisha
langsung sujud syukur dan menitikkan air mata haru. Dia berjalan keluar dari
balik panggung menuju catwalk dengan menggandeng modelnya yang cantik. Tanisha
menebar senyuman kepada semua orang dengan rona bahagia di wajahnya.
Setelah menerima ucapan selamat, thropy, dan
hadiah, Tanisha diberi kesempatan untuk berpidato sedikit. Dalam bahasa
Inggris, Tanisha menyampaikan pidatonya.
“Alhamdulillah... Terima kasih untuk
Allah atas izin dan anugerah-Nya kepada saya, untuk orang tua dan adik-adik
saya atas do’a dan dukungannya, untuk mbak Henna atas dukungan, bantuan,
kesempatan, dan segalanya, tanpa dia saya tidak akan bisa di sini sekarang,
untuk sahabat terbaik saya, Aylin atas segalanya yang sudah kamu lakukan selama
ini. Dan terima kasih untuk para juri serta hadirin semua, sudah memilih saya
sebagai pemenang. Kemenangan ini saya persembahkan untuk orang tua saya sebagai
bukti janji saya dan wujud terima kasih saya kepada mereka.”
♥♥♥♥♥♥
Keesokan paginya, Tanisha mendapat sms
kejutan yang membuatnya semakin bahagia setelah kemenangannya semalam.
“Selamat atas kemenanganmu sebagai
perancang terbaik di ajang perlombaan fashion tingkat Asia tadi malam. Papa,
Mama, dan adik-adikmu ikut bahagia dan kami sangat bangga padamu. Pulanglah ke
rumah anakku, Tanisha Khalda Ihsana. Rumah ini selalu terbuka untukmu. Kami
sangat merindukanmu untuk berkumpul kembali seperti dulu.”
Tanisha menitikkan air mata haru setelah
membaca sms dari Papanya. Kemenangan dan pidato Tanisha semalam ternyata
direkam oleh mbak Henna lalu dikirimkan kepada Aylin. Oleh Aylin kemudian
dikirimkan kepada Shahnaz. Tanisha sangat lega karena keluarganya sudah
menerimanya kembali. Dia bisa menjalani kehidupannya yang sekarang dengan
tenang dan tanpa beban lagi. Dia sudah membuktikan, meskipun seorang waria tapi
dia bisa menjadi manusia yang berguna dan berprestasi. Tanisha mampu
menunjukkan kepada semua orang, jangan pernah memandang sebelah mata kepada
waria. Meskipun waria itu suatu “kekurangan” dan tidak sama dengan orang normal
lainnya, tapi waria tetaplah manusia yang layak diperlakukan dengan baik dan
sama seperti orang normal di dunia. Jangan pernah menyingkirkan keberadaan
waria, karena waria bukanlah sampah masyarakat. Waria adalah bagian dari
masyarakat yang berhak untuk hidup normal dan dihargai.
♥♥♥♥♥♥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar