Fila sangat bahagia dengan hidupnya.
Setelah tujuh tahun berpacaran, akhirnya dia menikah dengan Ghani, pria tampan
yang lebih tua lima tahun darinya. Usai menikah, Fila dan Ghani memilih untuk
menetap di Bandung walaupun keluarga mereka berada di Jakarta. Bandung memiliki
makna sejarah untuk mereka. Di kota inilah mereka bertemu, saling jatuh cinta,
kemudian berpacaran, dan akhirnya menikah.
Satu tahun menikah, kehidupan rumah
tangga mereka sangat bahagia dan penuh cinta. Ghani sangat mencintai Fila.
Sejak berpacaran hingga menikah, Ghani selalu berusaha membahagiakan Fila. Dia
selalu memanjakan Fila dengan perhatian-perhatian kecil tapi bermakna, seperti
memasak bubur untuk Fila saat Fila pulang dari rumah sakit dua tahun yang lalu.
Dia juga sering meletakkan coklat di dalam tas Fila, karena dia tau Fila sering
malas makan siang kalau sedang banyak kerjaan di kantor. Fila sendiri selalu
berusaha memberikan yang terbaik untuk Ghani. Dia ingin mengabdikan hidupnya
sebagai istri yang berbakti pada Ghani.
Di mata Fila, Ghani adalah pria yang
sempurna. Ghani sangat dewasa, baik, sabar, bertanggung jawab, penuh perhatian,
sangat perduli, dan selalu bisa membimbingnya. Dia sangat bersyukur, Tuhan
sudah mempertemukan dan mempersatukan dia dengan Ghani. Fila yakin, bersama
Ghani masa depan yang indah akan dia jelang. Dia siap mengarungi hidup dengan
segala rintangan dan cobaan apapun, selama Ghani ada di sisinya. Fila mengakui,
sebagian dalam dirinya mungkin lebih, sudah bergantung pada Ghani. Dia tidak
bisa membayangkan kalau harus hidup tanpa Ghani nantinya. Fila selalu berdo’a,
agar dia bisa menjalani hidup bersama Ghani hingga tua nanti dan berharap agar
kelak kematian menjemput mereka bersama-sama. Dengan begitu dia tidak akan
pernah merasakan hidup sendiri tanpa Ghani.
♥♥♥♥♥♥
Tiga bulan setelah perayaan satu tahun
pernikahan mereka, badai datang menghampiri. Hari itu setelah sarapan, Ghani
berangkat ke Jakarta bersama sopir untuk urusan proyek barunya membangun
perumahan. Pukul 10 pagi Fila sudah berada di butiknya, dia sedang sIbuk
mendesain dan mengerjakan baju-baju pesanan pelanggannya saat HP nya dihubungi
oleh seorang polisi. Dia syok menerima kabar bahwa mobil yang ditumpangi Ghani
dan sopirnya ditabrak oleh bus di Jakarta. Mobil Ghani terguling dan rusak
parah. Sopir meninggal di tempat, sedangkan Ghani kondisinya kritis. Hatinya
bagai disambar petir mendengarnya, matanya mengejang, dan jantungnya rasanya
sempat berhenti berdetak selama beberapa detik. Tanpa berpikir lagi, dia langsung
mengajak asistennya pergi ke rumah sakit tempat Ghani dirawat. Dia meninggalkan
semua pekerjaannya, dia tidak perduli dengan deadline pesanan para
pelanggannya. Dalam pikirannya hanya ada Ghani. Perasaannya bercampur aduk
tidak karuan. Sedih, takut, cemas, bingung, dan panik campur menjadi satu. Air
mata berkali-kali menetes dari kedua matanya. Dia ingin cepat bertemu Ghani dan
melihat kondisinya.
Sampai di rumah sakit, Fila langsung
berlari menuju ruang operasi setelah bertanya ke bagian informasi. Di sana
sudah ada adik dan orang tua Ghani yang menunggui. Papa Ghani mengatakan bahwa
Ghani terluka parah di kedua kakinya, tangan kiri dan keningnya sobek. Mama
Ghani yang masih terus menangis langsung memeluk erat Fila. Dalam pelukan Ibu
mertuanya, tangisnya pun pecah.
♥♥♥♥♥♥
Lima hari kemudian, Ghani sudah berhasil
melewati masa kritisnya. Tapi kabar baik itu langsung terhempas saat dokter
mengatakan bahwa kedua kaki Ghani lumpuh akibat terjepit kursi depan dan
tergencet body mobil yang ringsek ke dalam. Kemungkinan bisa sembuh dan
berjalan lagi belum bisa dipastikan. Lagi-lagi hati Fila bagai disambar petir
saat mendengarnya. Dia benar-benar syok. Tapi Ghani jauh lebih syok dari dia,
Ghani histeris dan menangis karena tidak bisa menggerakkan kedua kakinya. Fila
memeluknya erat, mencoba untuk menenangkannya. Tapi itu bukan hal yang mudah.
Dia bisa merasakan kepedihan dan keputusasaan yang dirasakan oleh Ghani.
♥♥♥♥♥♥
Setelah tiga minggu di rumah sakit,
Ghani sudah boleh pulang ke rumah. Lima hari mereka menginap di rumah orang tua
Ghani, karena Ghani masih harus kontrol ke rumah sakit. Setelah itu mereka
kembali ke rumah mereka di Bandung karena Ghani yang memintanya. Dia ingin
dirawat di rumah sendiri. Dokter pun mengizinkan dan memberikan surat rekomendasi
untuk melanjutkan kontrol dan terapi di rumah sakit di Bandung.
Setelah Ghani kembali ke rumah, Fila
berusaha untuk merawat Ghani sebaik mungkin. Kamar tidur mereka sudah
dipindahkan ke lantai bawah, karena Ghani sekarang harus menggunakan kursi roda.
Meskipun hati Fila terasa sangat pedih dan sering sekali ingin menangis melihat
kondisi Ghani, tapi dia selalu berusaha untuk menguatkan diri. Dia tidak mau
menangis di depan Ghani meskipun hanya setetes air mata. Dia harus bisa
menyemangati Ghani dan mengembalikan kepercayaan dirinya yang hilang.
Dengan penuh cinta dan kesabaran, Fila
mengurusi segala kebutuhan Ghani. Dia membantu Ghani bangun dari tempat tidur,
mandi, berpakaian, menyiapkan makan, menemani kontrol dan terapi, menghIburnya,
dan selalu meyakinkan Ghani bahwa dia bisa sembuh meskipun untuk bisa berjalan
lagi cukup sulit. Walaupun ini tidak mudah bagi Fila, tapi dia percaya pasti
bisa menjalani cobaan ini. Selama Ghani ada bersamanya, dia yakin mampu
menghadapi situasi ini. Tidak perduli bagaimana keadaan Ghani sekarang, Fila
tetap mencintainya. Bahkan jika nantinya Ghani benar-benar tidak akan pernah
bisa berjalan lagi dan selamanya harus berada di kursi roda, Fila akan tetap
bersamanya selamanya.
♥♥♥♥♥♥
Tujuh bulan kemudian, Ghani sudah mulai
terbiasa dengan kursi rodanya. Dia rajin terapi ke rumah sakit meskipun belum
banyak kemajuan pada kedua kakinya. Perlahan kehidupan rumah tangga Fila dan
Ghani kembali seperti dulu. Hari-hari mereka dipenuhi dengan tawa dan
kebahagiaan. Ghani sudah mulai percaya diri menjalani hidupnya yang sekarang.
Dia sudah masuk kantor dan bekerja lagi. Bahkan sudah satu bulan ini dia rajin
dan tidak membolos. Fila juga sudah kembali bekerja secara total, tidak sering
membolos atau bekerja setengah hari. Semuanya sudah mulai normal lagi. Ghani sIbuk
menyelesaikan pekerjaannya yang sempat terbengkalai, bahkan terkadang lembur
hingga larut malam. Begitu juga dengan Fila, baju dan gaun para pelanggannya
sebisa mungkin dia selesaikan dengan cepat, karena sebelumnya waktunya banyak
tersita dan konsentrasinya terbagi sehingga pesanan para pelanggannya sering
selesai tidak tepat waktu.
♥♥♥♥♥♥
Menjelang dua tahun pernikahan mereka,
Ghani mengajak Fila lIburan ke Lombok. Dia ingin merayakan ulang tahun
pernikahan di sana. Fila langsung setuju, karena sejak kecelakaan itu mereka
belum pernah lIburan lagi. Fila dan Ghani sangat menikmati kebersamaan mereka.
Walaupun Ghani harus menggunakan kursi rodanya, tapi itu sama sekali tidak
mengurangi kemesraan dan kebahagiaan mereka. Malam terakhir di Lombok, mereka
memilih untuk berdua di dalam kamar hotel setelah makan malam yang rOmantis di
sebuah restoran.
“Sayang, terima kasih ya.. Kamu sudah
setia mendampingi aku dan sabar merawat aku.” ucap Ghani sambil membelai kepala
Fila yang direbahkan di dadanya.
Fila mendongak dan menatap Ghani. “Aku
akan selalu setia sama kamu, sayang. Selamanya. Dalam keadaan apapun, aku akan
selalu bersama kamu.” ucapnya tulus.
Ghani tersenyum manatap Fila. “Kamu
benar-benar wanita yang sangat istimewa. Aku sangat beruntung memiliki kamu.”
“Aku juga sangat beruntung memiliki
kamu, pria terbaik di dunia.” ucap Fila sambil membelai wajah Ghani.
Sekali lagi Ghani tersenyum. “I love
you, baby.” Ghani memeluk Fila erat dan mencium kepalanya.
“I love you too, baby.” Fila membalas
pelukan erat Ghani. Dia bahagia sekali berada dalam dekapan Ghani. Nyaman
sekali rasanya berada di sisinya seperti ini.
Di saat Fila tersenyum bahagia dalam
pelukan hangat Ghani. Ghani diam-diam muram di balik mata Fila. Dia memejamkan
matanya dan semakin erat memeluk Fila. Bulir bening keluar dari sudut matanya.
♥♥♥♥♥♥
Sejak pulang dari Lombok, Ghani terlihat
berbeda. Dia menjadi lebih mandiri dan lebih rOmantis pada Fila. Beberapa kali
dia rela bangun pagi-pagi hanya untuk menemani Fila membuat sarapan. Beberapa
kali dia bersama sopir menjemput Fila di butiknya untuk makan siang bersama.
Diam-diam Fila mengamati perubahan
Ghani. Di depan Fila Ghani terlihat selalu ceria, tapi di belakang Fila Ghani
suka melamun sendiri. Sering Fila melihat Ghani duduk terdiam dengan pandangan
kosong. Fila pernah beberapa kali menanyakan pada Ghani, tapi Ghani selalu
menjawab tidak ada apa-apa dan berusaha meyakinkan bahwa dia baik-baik saja.
Meskipun Fila tidak puas dengan jawaban yang berikan Ghani tapi Fila berusaha
untuk percaya dan membuang jauh segala kecemasannya.
♥♥♥♥♥♥
Fila harus pergi ke Thailand selama
sepuluh hari. Ada acara fashion yang harus dihadirinya sekaligus ada beberapa
urusan pekerjaan di sana. Ghani memberikan izin Fila pergi bersama asistennya.
Meskipun Fila berat meninggalkan Ghani karena harus menyerahkan tugasnya untuk
mengurus Ghani kepada pembantu, tapi dia tidak punya pilihan lain.
Malam sebelum Fila berangkat ke
Thailand, Ghani mengatakan bahwa dia ingin mengunjungi keluarganya dan orang
tua Fila di Jakarta, sekalian menyelesaikan pekerjaan dia dengan kliennya. Fila
pun mengizinkan dan menitip salam untuk mereka.
Selama berada di Thailand, Fila sering
telpon-telponan dengan Ghani untuk memberi kabar dan menceritakan kegiatan
masing-masing. Fila juga sering telpon ke rumah untuk mengecek kondisi rumah
dan memastikan bahwa dua pembantunya sudah mengurus Ghani dengan baik. Meskipun
terasa berat tapi Fila bisa merasa tenang karena semuanya berjalan cukup baik selama
dia tidak ada.
♥♥♥♥♥♥
Fila sudah kembali ke Bandung. Sopir
yang menjemputnya ke bandara, karena Ghani bilang ada meeting penting di kantor
dan tidak bisa ditinggalkan. Sampai di rumah, Fila disambut oleh satpam dan dua
pembantunya. Entah mengapa dia melihat wajah mereka seperti orang yang
kebingungan, tapi karena lelah dia tidak bertanya kepada mereka dan memilih
untuk langsung ke kamar.
Saat berada di dalam kamar, Fila merasa
ada yang berbeda. Dia melihat sekeliling kamar, beberapa barang Ghani tidak
terlihat di tempatnya. Dia masuk ke dalam kamar mandi untuk cuci tangan dan
kaki. Peralatan milik Ghani juga tidak tampak. Dia mencari di lemari dan laci
tidak ketemu. Fila langsung cepat-cepat keluar. Dia mengamati sekeliling kamar
sekali lagi, matanya terhenti pada ruangan lemari pakaian. Dengan langkah cepat
dia hampiri lemari dan membuka pintunya. Matanya terbelalak, dia sangat
terkejut saat melihat isi lemari. Tempat yang berisi pakaian Ghani kosong. Dia
bingung, kemana pakaian Ghani? Kemudian dia membuka satu per satu pintu yang
berjajar, ada beberapa pakaian dan perlengkapan Ghani yang masih berada di
tempatnya. Lemari pakaian yang besar itu kini berisikan miliknya utuh dan
sebagian milik Ghani. Dia semakin bingung, selama beberapa saat dia tertegun
dan berdiri kaku di depan lemari. Tiba-tiba terlintas sesuatu dalam benaknya
dan dia merasa panik. Dia langsung berlari keluar kamar dan memanggil dua
pembantunya.
Fila hampir bertabrakan dengan dua
pembantunya yang mendadak muncul di ruang makan. Mereka sama terkejutnya
seperti Fila. Zulema dan Na’imah langsung berhenti, mereka menatap Fila dengan
ekspresi yang masih kaget.
“Iya, Bu.. Ada apa, Bu?” tanya Zulema
dengan wajah kebingungan.
“Bapak kemana, Zul? Kenapa pakaian dan
barang-barang Bapak banyak yang tidak ada di kamar?” tanya Fila bingung dan
cemas.
Zulema dan Na’imah bertukar pandang lalu
menatap Fila dengan bingung. Mereka saling menyikut dan saling rIbut siapa yang
menjawab.
Fila yang sedang bingung dan panik mulai
kesal melihat mereka rIbut sendiri. “Zulema! Na’imah! Kalian ini kenapa?! Saya
bertanya kenapa tidak dijawab??” tanya Fila tegas.
“Eeee......maaf, Bu..” jawab Zulema
takut-takut.
“Kenapa? Ada apa kamu minta maaf?” tanya
Fila. Dia menatap serius pada Zulema.
Zulema melirik ke Na’imah yang
tertunduk. “Bapaakk..... Eee.....bapaakk....pergi dari rumah, Bu..” jawab
Zulema dan langsung menunduk.
Fila sangat tekejut. Matanya terbelalak.
“APA??!! BAPAK PERGI DARI RUMAH??” tanyanya antara kaget dan bingung.
Zulema dan Na’imah mengangguk tanpa menatap
Fila. “Iya, Bu..” jawab mereka pelan.
Bibir Fila mendadak terasa kaku. Dia
tidak bisa berkata-kata. Dia benar-benar syok. Dia bingung mengapa Ghani pergi
dari rumah? Mengapa Ghani pergi diam-diam di saat dia sedang pergi? Mendadak
dia tidak bisa berpikir, otaknya seperti membeku, dan badannya tiba-tiba terasa
lemas. Dia hampir terjatuh jika Zulema dan Na’imah tidak cepat memegangi
tubuhnya. Mereka menuntun Fila untuk duduk di kursi makan. Na’imah dengan
cekatan mengambilkan segelas air putih untuk Fila. Setelah minum satu tegukan,
dia perlahan mengambil nafas panjang. Na’imah dan Zulema berdiri di depan Fila
dengan wajah cemas.
“Kapan Bapak pergi?” tanya Fila pelan.
Zulema mengangkat sedikit kepalanya
untuk menatap Fila. “Dua hari yang lalu, Bu..” jawabnya.
“Bapak pergi kemana?”
“Saya tidak tau, Bu.. Bapak tidak
bilang. Bapak hanya menyuruh saya dan Na’imah untuk membereskan dan mengepak
barang-barang Bapak, dua hari sebelum Bapak pergi.”
Perasaan Fila semakin tidak karuan.
Ternyata Ghani membohonginya saat dia masih di Thailand. Di telpon Ghani bilang
semua baik-baik saja. Ghani juga bilang tidak bisa menjemput karena ada meeting
penting. Tapi kenapa Ghani membohonginya? Ada apa sebenarnya? Apakah ada
hubungannya dengan perubahan Ghani belakangan ini? Tanya Fila dalam hati. Dia
memejamkan kedua matanya, kesedihan kini menyelimuti hatinya.
“Bu.. Ibu tidak apa-apa? Ibu mau saya
bantu ke kamar?” tanya Na’imah cemas.
Fila membuka matanya dan menggeleng
pelan. “Tidak, Na’imah..” jawabnya lemas. “Zulema, kenapa kamu tidak bilang
sama saya saat di telpon kalau Bapak pergi dari rumah?”
“Maaf, Bu.. Bapak melarang saya. Sebelum
pergi, Bapak sudah berpesan pada kita semua kalau tidak boleh bercerita pada Ibu
sampai Ibu pulang.”
Dada Fila terasa sesak, nafasnya berubah
menjadi berat, dan matanya tiba-tiba sangat panas. Hanya dalam hitungan detik,
bulir bening terjatuh dari matanya.
“Bu, sebelum pergi Bapak sempat menitip
surat untuk Ibu. Suratnya saya simpan, sebentar saya ambilkan.” ucap Zulema
lalu pergi mengambil surat. Sebentar kemudian Zulema sudah kembali dan
memberikan surat dari Ghani untuk Fila.
“Dearest
my love,
Temui
aku ke tempat pak Alif mengantarku, kita bicarakan semuanya. Aku menunggumu,
sayang...
Your love: Ghani”
Fila tidak mau membuang waktu lagi. Dia
langsung bangkit dari kursi makan dan menyuruh Na’imah untuk bilang ke pak
Alif, sopir yang menggantikan sopir lama yang meninggal, untuk mengantarnya
bertemu dengan Ghani sekarang. Dia berjalan cepat masuk ke dalam kamar sambil
membawa surat Ghani dan menghapus air mata dengan tangannya yang lain. Dia
menukar pakaiannya dengan dress putih selutut, merapikan make up di wajahnya, dan
menyisir rambut panjangnya yang terurai. Dia menyemprotkan parfum ke tubuhnya
agar terasa lebih segar. Selesai merapikan diri, dia ambil tas tangannya dan
memasukkan surat Ghani ke dalamnya. Dia keluar kamar, berpamitan pada Zulema
dan Na’imah lalu masuk ke dalam mobil. Jundi, satpam rumah langsung sigap
membuka pintu pagar. Dalam perjalanan, Fila tidak banyak mengobrol dengan pak
Alif, karena pak Alif tidak banyak tau tentang alasan Ghani pergi dari rumah.
Pak Alif hanya tau kalau sekarang Ghani menginap di hotel.
♥♥♥♥♥♥
Sampai di hotel, Fila meminta pak Alif
untuk pulang. Dia langsung bertanya ke receptionist kamar yang dipakai Ghani.
Dia menuju lantai delapan dengan lift. Siang ini hati Fila sangat
berdebar-debar, perasaannya tidak karuan. Dia berdiri di depan pintu kamar
8820. Dia memejamkan matanya sejenak, mengambil nafas panjang, berdo’a, dan
kemudian memencet bel. Tidak sampai dua menit, pintu kamar terbuka. Ghani
muncul dari balik pintu, dia tidak terlihat kaget saat melihat Fila. Ghani
tersenyum manis, tangannya terulur menyambut Fila. Fila tersenyum dan
menggenggam tangannya. Ghani menariknya masuk dan menutup pintu kamar.
Mereka berhenti di ruang tengah yang
cukup luas. Ghani memakai kamar kelas satu untuk tempat tinggal sementara dia.
Fila duduk dihadapan Ghani dan menatapnya. Ghani menggenggam tangan Fila dan
membelai wajah Fila dengan tangannya yang lain.
“Apa kabar, sayang? Aku sangat
merindukanmu.” ucap Ghani lembut seperti biasanya.
Fila ingin sekali memeluknya erat. Tapi
dia malah hanya terdiam kaku. Matanya berkaca-kaca menatap Ghani. Dia mencoba
tersenyum dan memperat genggaman Ghani. “Aku baik, sayang.. Aku juga sangat
merindukanmu.” jawabnya pelan.
Ghani tersenyum. Tangannya beralih
membelai kepala Fila. “Aku sudah menunggumu sejak tadi.”
“Kenapa kamu pergi dari rumah, Ghani?”
tanya Fila sedih.
Ghani sedikit menunduk lalu menatap Fila
lagi. “Sayang, aku tidak bisa bersamamu lagi. Kita tidak bisa melanjutkan
pernikahan kita lagi.” ucap Ghani sedikit lebih pelan dari sebelumnya. Suaranya
terdengar agak parau, seperti menekan perasaan sedih dan sakit.
Fila syok, matanya mengejang menatap
Ghani. Tubuhnya mendadak terasa kaku. Hatinya bagai digores sembilu. Sejak dia
bersama dengan Ghani sembilan tahun yang lalu, hari ini untuk pertama kalinya
Ghani mengucapkan perpisahan padanya. Sekuat tenaga dia mencoba membuka
mulutnya yang terasa terkunci. “Kenapa, Ghani? Kenapa kamu tidak bisa bersamaku
lagi? Kenapa pernikahan kita tidak bisa dilanjutkan?” tanyanya dengan suara
bergetar.
Ghani menoleh ke meja di sampingnya.
Tangan kanannya menggeser majalah dan mengambil dua amplop putih berkop rumah
sakit lalu memberikannya pada Fila. Fila perlahan membuka amplop, menarik
isinya, dan membacanya. Matanya kembali terasa panas, hatinya terasa kacau. Lalu
Fila membuka dan membaca surat yang satu lagi. Hatinya semakin tidak karuan,
pandangan matanya beralih pada Ghani yang tengah menatapnya. Ghani menarik dua
amplop dan kertas dari tangan Fila lalu meletakannya di meja.
“Aku tidak bisa sembuh, Fila.. Kemungkinan
aku bisa berjalan lagi terlalu kecil, hanya nol kOma sekian persen kata dokter
Mufid.”
Fila menarik tubuhku ke depan, mendekat
pada Ghani. Dia memegang erat wajah Ghani dan menatapnya dalam. “Sayang, aku
tidak perduli apa kata dokter Mufid. Aku akan tetap bersamamu selamanya.”
ucapku sepenuh hati.
“Tapi aku lumpuh, sayang.. Aku akan
duduk di kursi roda ini selamanya.” ucap Ghani yang terdengar memilukan hati.
Matanya menyimpan kepedihan yang dalam.
“Kamu ngga boleh putus asa. Kamu jangan
menyerah sekalipun peluang untuk sembuh sangat kecil. Kamu harus percaya pada
kebesaran Allah, sayang..” ucap Fila menguatkan dan meyakinkan Ghani. Hatinya
sedih sekali melihat Ghani seperti ini.
Ghani menurunkan tangan Fila dan
menggenggamnya. “Fila, aku tau kamu pasti akan seperti ini. Aku tau kamu sangat
mencintaiku, seperti aku sangat mencintaimu. Kamu adalah milikku yang paling
berharga didunia ini. Tapi hidupmu dan kebahagianmu adalah segalanya bagiku.
Sejak aku bertemu denganmu, hanya satu hal yang ingin aku lakukan untukmu. Aku
ingin memberikan kehidupan terindah untukmu.”
“Kalau begitu, jangan pernah kamu
meninggalkan aku. Kamu adalah kehidupan terindahku, sayang..”
Ghani menggeleng pelan. “Kamu masih
muda, kamu harus bisa memiliki kehidupan yang normal seperti orang lain.
Memiliki sebuah keluarga yang bahagia, suami yang sehat, dan anak-anak yang
lucu. Disitu kamu akan memiliki kehidupan terindah kamu, Fila..”
Fila menggelengkan kepala. “Enggak, kamu
salah.. Kehidupan terindahku adalah bersama kamu.” ucapnya serius.
Ghani memjamkan matanya sejenak. “Aku
ngga akan pernah bisa memberikan kehidupan terindah untuk kamu. Dengan
kondisiku yang sekarang, aku tidak bisa menjadi suami terbaik untuk kamu. Aku
bukan lagi Ghani yang dulu.”
“Kamu tetap Ghani ku yang dulu!” Fila
menyahut cepat. “Bagiku, kamu tidak pernah berubah meskipun keadaan kamu
sekarang seperti ini.”
“Buka mata kamu, Fila. Aku sudah tidak
seperti dulu lagi. Saat kita menyeberang jalan, aku tidak bisa menggandeng kamu
lagi. Saat kita bertemu orang jahat, aku tidak bisa berkelahi lagi untuk
melindungi kamu. Aku tidak bisa menggendong kamu lagi saat kamu kelelahan. Aku
tidak bisa menemani kamu kemana-mana lagi, harus dibantu pak Alif. Bahkan untuk
memberikan nafkah bathin padamu, aku tidak bisa mandiri dan harus selalu
menyusahkan kamu.” ucap Ghani yang terdengar memilukan hati Fila. Tangannya
memegang erat wajah Fila. “Aku sudah tidak bisa menjadi suami yang layak untuk
kamu, sayang.. Apalagi hasil tes kesehatan itu, kamu baca sendiri kan? Aku
tidak bisa punya anak. Aku tidak akan pernah bisa memberimu keturunan.” Lanjut
Ghani lirih.
Fila tidak kuasa lagi menahan air
matanya yang menggenang. Bulir-bulir bening mengalir dari kedua matanya.
Hatinya pedih sekali mendengar ucapan Ghani. Dia tau, hati Ghani juga sangat
terluka. Dia bisa melihat dari tatapan mata Ghani yang layu dan mendengar suara
Ghani yang putus asa. Fila memegang pergelangan tangan Ghani. “Anak bukan
satu-satunya ukuran kebahagiaan dalam rumah tangga, sayang.. Kita bisa
mengadopsi. Untuk menyayangi seorang anak, tidak harus berasal dari darah
daging kita sendiri. Aku bersedia kita mengadopsi anak. Tujuan aku menikah
dengan kamu bukan hanya semata-mata untuk mempunyai anak, tapi untuk menjalani
hidup dan menata masa depan bersama kamu hingga nanti ajal memisahkan kita.
Bagaimanapun keadaan kamu sekarang, itu sama sekali tidak merubah perasaanku
padamu. Cintaku tidak diukur dari kesempurnaan atau normalnya keadaan kamu
lahir dan bathin. Kelumpuhan kamu dan kondisi kamu yang tidak bia memiliki anak,
sama sekali bukan alasan bagiku untuk meninggalkan kamu. Cintaku padamu lebih
besar dari itu. Apa yang menimpa kamu adalah cobaan untuk cinta kita. Kita
hadapi cobaan ini sama-sama, sayang. Aku yakin kita mampu melewatinya. Cinta
kita lebih kuat dari cobaan ini. Kita harus yakin!” ucap Fila sungguh-sungguh,
penuh keyakinan.
Ghani menatap mata Fila yang sudah
basah. Tangannya menarik tubuh Fila dan memelukku erat. Fila pun menangis
tersedu dalam pelukannya. Kedua lengan Fila memeluk erat Ghani. Fila tidak ingin
melepas pelukannya, dia tidak mau kehilangan Ghani. “Jangan tinggalkan aku. Aku
mohon. Aku tidak akan sanggup menjalani hidup tanpa kamu..” ucap Fila lirih
dalam tangisnya.
Ghani hanya terdiam, tidak menjawab. Dia
mempererat pelukannya. Jika saat ini keadaan Fila sedang normal, mungkin Fila
akan sulit bernafas. Tapi karena keadaan Fila sekarang seperti ini maka Fila
tidak perduli. Di belakang Fila, Ghani akhirnya meneteskan air mata. Dalam
hitungan menit, sir matanya mengalir deras. Kepedihan yang dalam juga dirasakan
oleh Ghani.
Fila bersama Ghani hingga malam.
Pembicaraan mereka yang cukup panjang tidak berhasil merubah keputusan Ghani.
Dia tetap ingin berpisah agar Fila bisa melanjutkan hidup. Ghani bahkan sudah
menyampaikan niatnya untuk berpisah dengan Fila kepada orangtuanya dan orangtua
Fila saat dia ke Jakarta kemarin. Meskipun mereka semua tidak setuju dan
menentang, tapi Ghani tetap bersikukuh. Ghani meyakinkan mereka bahwa keputusan
yang dia ambil adalah untuk kebaikan Fila dan masa depannya, akhirnya mereka
menyerahkan segalanya kepada Ghani. Mungkin malam ini, Fila juga harus
melakukan hal yang sama. Menyerahkan segalanya kepada Ghani. Fila sudah
berusaha semampunya untuk menolak keputusan Ghani dan meyakinkan bahwa dia bisa
menerima Ghani apa adanya. Tapi sepertinya Ghani sudah tidak bisa dibantah
lagi, keputusannya sudah benar-benar bulat. Bahkan dia sudah menghubungi
seorang temannya yang berprofesi advokat untuk mengurus perceraian. Fila
benar-benar terluka dengan keputusan ini, tapi dia juga tidak bisa memaksa
Ghani untuk merubah keputusannya. Hanya Ghani yang tau, apa yang terbaik untuk
dirinya saat ini.
Pak Alif menjemput Fila pukul sebelas
malam. Ghani mengantar Fila hingga masuk ke dalam mobil. Setelah menutup pintu
untuk Fila, pak Alif menghampiri Ghani sebentar. Sekilas Fila melihat Ghani
mengucapkan sesuatu dan pak Alif menjawabnya dengan anggukan kepala. Setelah
pak Alif masuk, mobil berjalan perlahan. Fila membuka jendela mobil, sesaat dia
dan Ghani saling menatap tanpa ada kata-kata dan lambaian tangan. Jika selama
ini mereka saling menatap penuh cinta, tapi malam ini tatapan mereka adalah
tatapan kepedihan yang menyakitkan.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang di
jalan yang mulai agak sepi. Fila duduk di dekat jendela. Hatinya benar-benar
hancur malam ini. Dia tidak bisa menggambarkan perasaannya yang sangat terluka
dan pedih. Dia mencoba untuk menahan air mata, tapi ternyata tidak sanggup.
Luka ini terlalu perih baginya dan sangat menyakitkan. Wajah cantiknya basah
oleh derasnya air mata. Di depan, pak Alif yang pendiam, mengendarai dengan
tenang dan sama sekali tidak ingin mengganggu Fila.
Di sebuah kamar tidur yang mewah. Ghani
duduk sendirian menatap ke jendela. Tatapannya kosong meskipun di luar jendela
terlihat meriah lampu-lampu dan bangunan. Dia terdiam dan duduk membeku dalam
kursi rodanya. Hatinya sama-sama hancur seperti Fila. Perasaannya sama-sama
terluka dan perih seperti yang Fila rasakan. Perpisahannya dengan Fila
membuatnya kehilangan seluruh kekuatannya dan ketegarannya. Dia pun menangis
sedih, sama seperti Fila.
♥♥♥♥♥♥
Dua bulan kemudian, Fila dan Ghani sudah
resmi bercerai. Mereka sama-sama diwakili oleh advokat selama persidangan. Fila
sangat terpukul dengan perceraian ini, tapi dia berusaha menghargai keputusan
Ghani. Dua minggu setelah bercerai, Fila sempat jatuh sakit. Ghani selalu
menengoknya selama tiga hari, menyuapinya makan, menemaninya hingga malam dan
terlelap.
Hidup Fila terasa hampa dan hatinya
merana karena berpisah dengan Ghani. Dia benar-benar terpuruk dalam kesedihan
yang menyeretnya ke dalam jurang keputusasaan. Hari-harinya dijalani tanpa
semangat. Dia memilih untuk menyIbukkan diri dengan pekerjaan, karena dia tidak
mau pikirannya selalu melayang pada Ghani yang akhirnya membuatnya stres.
Di tempat lain, Ghani pun sama
terpuruknya dengan Fila. Keputusannya untuk berpisah dengan Fila ternyata
membuatnya kembali kehilangan semangat dan kepercayaan dirinya. Dia tidak
melanjutkan lagi terapi kakinya, proyeknya membangun perumahan baru agak
keteteran, dan dia mulai banyak melamun.
♥♥♥♥♥♥
Setelah benar-benar sembuh, Fila sudah
bersiap-siap untuk keluar dari rumah Ghani dan pindah ke apartemen, karena rumah
lama Fila yang dulu dibeli papanya saat dia kuliah masih dikontrak oleh sebuah
keluarga selama tiga tahun. Tapi Ghani melarang, dia memutuskan memberikan
rumah miliknya untuk Fila. Tapi Fila menolaknya, karena rumah itu dibangun oleh
Ghani sebelum mereka menikah. Ghani menerima penolakan Fila dan hanya
meminjamkan rumahnya sampai Fila bisa pindah ke rumahnya sendiri. Apartemen
yang sudah terlanjur disewa oleh Fila untuk satu tahun dipakai oleh Ghani dan
pak Alif. Walaupun begitu Ghani masih sering datang ke rumah sekedar untuk
makan malam atau mengunjungi Fila.
Keadaan seperti ini sebenarnya membuat Fila
merasa semakin sulit, karena sudah resmi bercerai tapi dia masih sangat
mencintai Ghani. Di dalam lubuk hatinya, Fila
masih menyimpan harapan besar untuk bisa rujuk dengan Ghani. Fila terus
berdo’a agar suatu saat nanti Ghani berubah pikiran dan mau kembali padanya.
♥♥♥♥♥♥
Setelah satu tahun, Ghani pindah ke apartemen
lain yang disewanya selama dua tahun. Sejak saat itu Fila mulai jarang bertemu
dengan Ghani. Harapannya untuk bisa kembali lagi dengan Ghani mulai memudar.
Dia harus bisa untuk belajar menerima kenyataan bahwa dia dan Ghani memang
sudah benar-benar berakhir.
Fila duduk di teras belakang rumah,
melihat langit yang gelap karena bintang yang bersinar hanya sedikit sekali.
Pikirannya mengumpulkan kembali tentang kenangannya bersama Ghani, angannya
melayang ke masa lalu saat dia pertama bertemu dengan Ghani hingga akhirnya
mereka menikah. Fila memegang cincin perkawinannya dengan Ghani yang
menggantung di lehernya dengan seuntai kalung. Dia memejamkan matanya. Hatinya
merasakan kesedihan yang mendalam. Dia sangat merindukan Ghani berada di
sisinya. Tapi dia hanya bisa menikmati kerinduannya itu dengan air mata
kesedihan tanpa mampu untuk memeluk Ghani.
♥♥♥♥♥♥
Ghani sedang duduk di ruang kerjanya,
hampir dua jam dia menghadap laptopnya tapi tidak sekalipun dia menyentuhnya.
Dia hanya terdiam dengan tangan kanan yang menOpang dagunya. Pikirannya
melayang pada Fila, dia tidak bisa memikirkan apapun termasuk pekerjaannya. Dia
merasa kesepian tanpa Fila. Pikirannya terkenang kembali saat Fila masih
menjadi istrinya, hari-harinya selalu dilewati bersama Fila. Fila selalu
membangunkannya tengah malam untuk sholat Tahajjud, saat adzan Shubuh
berkumandang Fila akan menepuk-nepuk bahunya dan mencium keningnya untuk
mengajaknya sholat berjama’ah, Fila selalu menyiapkan sarapan dan makan malam
untuknya yang dIbuat oleh Fila sendri, setiap hari Fila menyiapkan baju kerja
dan baju tidurnya, saat datang waktu Maghrib dia dan Fila selalu sholat dan
mengaji bersama, Fila selalu menunggunya pulang kerja sambil tiduran di sofa
atau menonton tv di ruang keluarga, Fila rela menemaninya lembur dan membuatkan
teh atau coklat panas untuknya, Fila setia memijitnya saat dia lelah, saat dia
sakit Fila selalu merawatnya dengan penuh perhatian, dan Fila juga siap menghIburnya
setiap kali suasana hatinya sedang tidak bagus. Fila selalu tersenyum untuknya
dan tidak pernah memberikan wajah muram apalagi cemberut padanya. Fila selalu
sangat sabar menghadapinya, tidak pernah mengeluh ataupun protes. Fila jarang
sekali membantah dan marah padanya, Fila selalu patuh dan menurut selama Ghani
baik dan benar.
Penyesalan mulai menyusup ke dalam hati
Ghani. Dia menyesali keputusannya berpisah dan bercerai dengan Fila. Dia
sesungguhnya sangat mencintai Fila dan terlalu menyayanginya. Hati kecilnya
tidak menginginkan dia berpisah dengan Fila. Tapi keadaannya yang lumpuh dan
tidak bisa memiliki anak, membuatnya tidak sanggup untuk terus bersama dengan
Fila. Dia sangat ingin Fila hidup bahagia dan normal seperti orang lain. Tapi
dia akhirnya menyadari, keputusannya untuk bercerai ternyata sangat melukai dan
menghancurkan Fila. Ghani diam-diam terus memantau keadaan Fila melalui
Na’imah. Dia merasa sangat bersalah saat tau keadaan Fila ternyata tidak lebih
bahagia setelah bercerai. Dia juga semakin terluka saat Na’imah bercerita
padanya bahwa Fila tidak pernah bisa melupakannya dan masih tetap berharap bisa
rujuk. Di lubuk hatinya yang paling dalam, Ghani sebenarnya menyimpan harapan
yang sama. Ternyata dia juga tidak sanggup kehilangan Fila, dia tidak bisa
hidup tanpa Fila. Sejak resmi bercerai hingga saat ini, dia tidak pernah bisa
berhenti memikirkan Fila. Aktivitas sehari-hari yang dilakukannya selalu
membuatnya teringat pada Fila.
♥♥♥♥♥♥
Ghani datang ke rumah Fila hari Sabtu
siang. Mereka mengobrol di ruang keluarga yang bernuansa serba biru. Fila
terlihat kurus setelah kehilangan 5 kg dari badannya yang langsing. Wajahnya
tetap cantik walaupun sedikit pucat dan matanya agak layu. Ghani prihatin
melihat kondisi Fila yang sekarang berubah seperti itu, walaupun sebenarnya
kondisi dirinya sendiri juga tidak jauh beda.
Setelah berpikir dengan matang, hari itu
Ghani memberanikan diri menyampaikan niatnya untuk rujuk dengan Fila. Dia
ternyata tidak sanggup berpisah dengan Fila. Hidupnya sangat tersiksa tanpa
Fila di sisinya. Fila sangat terkejut mendengar ucapan Ghani, matanya menatap
Ghani dengan takjub. Keningnya berkerut keheranan dan mulutnya tertutup rapat
seolah terkunci. Ghani menarik keduatangannya yang akhirnya membuat dia
bereaksi.
“Ghani, kamu serius dengan ucapan
kamu??” tanya Fila serius dan terharu.
Ghani tersenyum dan menggenggam erat
tangan Fila. “Aku serius, Fila.”
Fila tersenyum, matanya berkaca-kaca.
Hatinya yang layu tiba-tiba mendapat siraman air yang sangat sejuk yang mampu
membuatnya merekah dalam sekejap. Tubuhnya mendadak merinding karena sangat
terharu bercampur bahagia. “Ghani....” ucapnya penuh haru.
“Sayang, apakah kamu mau menerimaku
kembali? Dengan kondisi aku yang sekarang lumpuh dan tidak bisa mempunyai anak,
apakah kamu mau menikah lagi denganku?” tanya Ghani penuh harap.
Fila menatap Ghani dengan sorot mata
haru dan bahagia. Bibirnya tersenyum merekah. Kepalanya mengangguk dan kedua
lengannya langsung memeluk Ghani dengan erat. “Aku mau menikah lagi dengan kamu,
sayang.. Aku mencintai kamu, sangat mencintai kamu. Bagaimanapun keadaan kamu
sekarang, aku tetap mencintaimu. Apapun kondisi kamu, tidak akan pernah bisa
mengalahkan rasa cintaku padamu. Perasaan ini terlalu kuat untuk dihancurkan.”
ucapnya dalam isak tangis bahagia.
Ghani menarik maju tubuhnya untuk
memeluk Fila lebih erat. “Aku tidak akan pernah melakukan kesalahan lagi untuk
kedua kalinya. Aku tidak akan pernah melepaskan kamu lagi sampai kapanpun.
Karena aku terlalu mencintai kamu. Berpisah denganmu membuatku menyadari bahwa
aku ternyata tidak sanggup melanjutkan hidupku tanpa kamu. Kamu adalah jiwaku,
sayang..”
♥♥♥♥♥♥
Dua minggu kemudian, Fila dan Ghani
resmi menikah lagi di rumah orang tua Fila. Tidak ada pesta seperti pernikahan
pertama mereka. Hanya ada keluarga dan sahabat dekat yang menghadiri pernikahan
sederhana mereka. Mereka tidak menginginkan ada pesta apapun meskipun keluarga
mereka sudah menawarkan. Mereka berdua hanya ingin sebuah akad nikah yang
khidmat karena itu sesuatu yang sangat sakral.
Satu bulan setelah pernikahan
dilangsungkan, Fila dan Ghani sepakat mengadopsi bayi untuk dirawat dan
dibesarkan oleh mereka. Setelah melakukan konsultasi ke beberapa rumah sakit
dan panti asuhan, akhirnya mereka menngadopsi bayi kembar laki-laki berusia
tiga bulan. Tiga tahun kemudian mereka mengadopsi lagi bayi perempuan berusia
lima bulan. Sejak pernikahan pertama dulu, Fila dan Ghani memang ingin memiliki
tiga anak.
Pernikahan Fila dan Ghani kembali
bahagia seperti dulu. Mereka semakin bahagia dengan kehadiran tiga anak adopsi
mereka. Fila mengurus sendiri anak-anaknya dengan dibantu dua pembantunya, dia
menolak saran Ghani untuk memakai baby sitter. Fila ingin merasakan menjadi
seorang Ibu dengan mengurus sendiri anak-anaknya. Dia tidak perduli dengan
kerepotan yang harus ditanggungnya karena sering bangun malam-malam,
memandikan, membuatkan susu, mengganti popok, menggendong berjam-jam, menyuapi,
membacakan dongeng, dan lainnya. Fila sangat menikmati tugasnya menjadi seorang
Ibu.
Melihat Fila yang begitu bersemangat
mengurus Rehan, Rafi, dan Rosana, Ghani ikut tertular. Dengan keterbatasannya,
Ghani berusaha keras untuk bisa menjadi ayah yang baik. Dia ikut mengantar
Rehan dan Rafi sekolah, membantu mereka memakai baju, menemani mereka bermain
sepulang kerja, menidurkan mereka, membuatkan susu untuk Rosana, menggendongnya
hingga tidur, dan mengganti popoknya setiap kali mengompol.
Fila sangat bersyukur karena Allah telah
mengabulkan do’anya untuk mempersatukan kembali dengan Ghani. Di saat dia
hampir putus asa karena penantiannya selama berbulan-bulan untuk bisa rujuk
dengan Ghani semakin jauh, tiba-tiba Ghani datang padanya dan mengajaknya untuk
menikah lagi. Fila juga sangat berterima kasih pada-Nya, karena dengan
pernikahannya yang sekarang dia sudah diberi tiga anak adopsi yang melengkapi
rumah tangganya. Ghani sendiri sudah tidak lagi berkecil hati dengan keadaannya
karena Fila berhasil meyakinkannya. Ghani sangat bersyukur memiliki pendamping
hidup berhati mulia seperti Fila, yang tulus menerima dia apa adanya dan tulus
menyayangi anak-anak yang bukan darah dagingnya. Fila dan Ghani kini sudah
mantab untuk menjalani kehidupan rumah tangga baru mereka.
Fila melihat Ghani dan ketiga anaknya
terlelap di tempat tidurnya yang besar. Dia tersenyum bahagia. “Bagi sebagian
orang mungkin pilihanku ini tidak masuk akal. Karena aku memilih untuk kembali
bersama pria yang lumpuh dan rela mengadopsi tiga anak. Padahal aku mempunyai
kesempatan untuk menemukan pria lain yang sehat dan memiliki anak kandungku
sendiri. Tapi aku tidak perduli apa pandangan dan penilaian orang lain. Ini
adalah hidupku, aku tau apa yang terbaik untukku. Aku memilih Ghani dan ketiga
anak adopsiku karena atas nama cinta. Mereka adalah hidupku dan kebahagiaanku.
Sekarang, besok, selamanya aku tidak akan pernah menyesali keputusanku. Inilah
cinta, dan aku memiliki caraku sendiri dalam mencintai.” ucapnya dalam hati.
Fila menarik selimut ke atas tubuh Ghani dan anak-anaknya lalu meredupkan lampu
kamar. Dia mengambil tempat di sisi kiri kasur, bersebelahan dengan Rafi. Di
sisi kanan ada Ghani yang memeluk Rosana dan di tengah Rehan sangat pulas. Fila
memeluk Rafi dan memejamkan mata dengan perasaan sangat bahagia.
♥♥♥♥♥♥
YouTube Betting - VIVALLAYA - VIVALLAYA - Videodl.CC
BalasHapusYouTube Betting. youtube converter . Copyright © 2018-2019 The Video Game Foundation. All Rights Reserved.