27 Oktober 2012

ATAS NAMA CINTA

Fila sangat bahagia dengan hidupnya. Setelah tujuh tahun berpacaran, akhirnya dia menikah dengan Ghani, pria tampan yang lebih tua lima tahun darinya. Usai menikah, Fila dan Ghani memilih untuk menetap di Bandung walaupun keluarga mereka berada di Jakarta. Bandung memiliki makna sejarah untuk mereka. Di kota inilah mereka bertemu, saling jatuh cinta, kemudian berpacaran, dan akhirnya menikah.
Satu tahun menikah, kehidupan rumah tangga mereka sangat bahagia dan penuh cinta. Ghani sangat mencintai Fila. Sejak berpacaran hingga menikah, Ghani selalu berusaha membahagiakan Fila. Dia selalu memanjakan Fila dengan perhatian-perhatian kecil tapi bermakna, seperti memasak bubur untuk Fila saat Fila pulang dari rumah sakit dua tahun yang lalu. Dia juga sering meletakkan coklat di dalam tas Fila, karena dia tau Fila sering malas makan siang kalau sedang banyak kerjaan di kantor. Fila sendiri selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Ghani. Dia ingin mengabdikan hidupnya sebagai istri yang berbakti pada Ghani.
Di mata Fila, Ghani adalah pria yang sempurna. Ghani sangat dewasa, baik, sabar, bertanggung jawab, penuh perhatian, sangat perduli, dan selalu bisa membimbingnya. Dia sangat bersyukur, Tuhan sudah mempertemukan dan mempersatukan dia dengan Ghani. Fila yakin, bersama Ghani masa depan yang indah akan dia jelang. Dia siap mengarungi hidup dengan segala rintangan dan cobaan apapun, selama Ghani ada di sisinya. Fila mengakui, sebagian dalam dirinya mungkin lebih, sudah bergantung pada Ghani. Dia tidak bisa membayangkan kalau harus hidup tanpa Ghani nantinya. Fila selalu berdo’a, agar dia bisa menjalani hidup bersama Ghani hingga tua nanti dan berharap agar kelak kematian menjemput mereka bersama-sama. Dengan begitu dia tidak akan pernah merasakan hidup sendiri tanpa Ghani.

♥♥♥♥♥♥



Tiga bulan setelah perayaan satu tahun pernikahan mereka, badai datang menghampiri. Hari itu setelah sarapan, Ghani berangkat ke Jakarta bersama sopir untuk urusan proyek barunya membangun perumahan. Pukul 10 pagi Fila sudah berada di butiknya, dia sedang sIbuk mendesain dan mengerjakan baju-baju pesanan pelanggannya saat HP nya dihubungi oleh seorang polisi. Dia syok menerima kabar bahwa mobil yang ditumpangi Ghani dan sopirnya ditabrak oleh bus di Jakarta. Mobil Ghani terguling dan rusak parah. Sopir meninggal di tempat, sedangkan Ghani kondisinya kritis. Hatinya bagai disambar petir mendengarnya, matanya mengejang, dan jantungnya rasanya sempat berhenti berdetak selama beberapa detik. Tanpa berpikir lagi, dia langsung mengajak asistennya pergi ke rumah sakit tempat Ghani dirawat. Dia meninggalkan semua pekerjaannya, dia tidak perduli dengan deadline pesanan para pelanggannya. Dalam pikirannya hanya ada Ghani. Perasaannya bercampur aduk tidak karuan. Sedih, takut, cemas, bingung, dan panik campur menjadi satu. Air mata berkali-kali menetes dari kedua matanya. Dia ingin cepat bertemu Ghani dan melihat kondisinya.
Sampai di rumah sakit, Fila langsung berlari menuju ruang operasi setelah bertanya ke bagian informasi. Di sana sudah ada adik dan orang tua Ghani yang menunggui. Papa Ghani mengatakan bahwa Ghani terluka parah di kedua kakinya, tangan kiri dan keningnya sobek. Mama Ghani yang masih terus menangis langsung memeluk erat Fila. Dalam pelukan Ibu mertuanya, tangisnya pun pecah.
 
♥♥♥♥♥♥


Lima hari kemudian, Ghani sudah berhasil melewati masa kritisnya. Tapi kabar baik itu langsung terhempas saat dokter mengatakan bahwa kedua kaki Ghani lumpuh akibat terjepit kursi depan dan tergencet body mobil yang ringsek ke dalam. Kemungkinan bisa sembuh dan berjalan lagi belum bisa dipastikan. Lagi-lagi hati Fila bagai disambar petir saat mendengarnya. Dia benar-benar syok. Tapi Ghani jauh lebih syok dari dia, Ghani histeris dan menangis karena tidak bisa menggerakkan kedua kakinya. Fila memeluknya erat, mencoba untuk menenangkannya. Tapi itu bukan hal yang mudah. Dia bisa merasakan kepedihan dan keputusasaan yang dirasakan oleh Ghani.

♥♥♥♥♥♥


Setelah tiga minggu di rumah sakit, Ghani sudah boleh pulang ke rumah. Lima hari mereka menginap di rumah orang tua Ghani, karena Ghani masih harus kontrol ke rumah sakit. Setelah itu mereka kembali ke rumah mereka di Bandung karena Ghani yang memintanya. Dia ingin dirawat di rumah sendiri. Dokter pun mengizinkan dan memberikan surat rekomendasi untuk melanjutkan kontrol dan terapi di rumah sakit di Bandung.
Setelah Ghani kembali ke rumah, Fila berusaha untuk merawat Ghani sebaik mungkin. Kamar tidur mereka sudah dipindahkan ke lantai bawah, karena Ghani sekarang harus menggunakan kursi roda. Meskipun hati Fila terasa sangat pedih dan sering sekali ingin menangis melihat kondisi Ghani, tapi dia selalu berusaha untuk menguatkan diri. Dia tidak mau menangis di depan Ghani meskipun hanya setetes air mata. Dia harus bisa menyemangati Ghani dan mengembalikan kepercayaan dirinya yang hilang.
Dengan penuh cinta dan kesabaran, Fila mengurusi segala kebutuhan Ghani. Dia membantu Ghani bangun dari tempat tidur, mandi, berpakaian, menyiapkan makan, menemani kontrol dan terapi, menghIburnya, dan selalu meyakinkan Ghani bahwa dia bisa sembuh meskipun untuk bisa berjalan lagi cukup sulit. Walaupun ini tidak mudah bagi Fila, tapi dia percaya pasti bisa menjalani cobaan ini. Selama Ghani ada bersamanya, dia yakin mampu menghadapi situasi ini. Tidak perduli bagaimana keadaan Ghani sekarang, Fila tetap mencintainya. Bahkan jika nantinya Ghani benar-benar tidak akan pernah bisa berjalan lagi dan selamanya harus berada di kursi roda, Fila akan tetap bersamanya selamanya.
♥♥♥♥♥♥


Tujuh bulan kemudian, Ghani sudah mulai terbiasa dengan kursi rodanya. Dia rajin terapi ke rumah sakit meskipun belum banyak kemajuan pada kedua kakinya. Perlahan kehidupan rumah tangga Fila dan Ghani kembali seperti dulu. Hari-hari mereka dipenuhi dengan tawa dan kebahagiaan. Ghani sudah mulai percaya diri menjalani hidupnya yang sekarang. Dia sudah masuk kantor dan bekerja lagi. Bahkan sudah satu bulan ini dia rajin dan tidak membolos. Fila juga sudah kembali bekerja secara total, tidak sering membolos atau bekerja setengah hari. Semuanya sudah mulai normal lagi. Ghani sIbuk menyelesaikan pekerjaannya yang sempat terbengkalai, bahkan terkadang lembur hingga larut malam. Begitu juga dengan Fila, baju dan gaun para pelanggannya sebisa mungkin dia selesaikan dengan cepat, karena sebelumnya waktunya banyak tersita dan konsentrasinya terbagi sehingga pesanan para pelanggannya sering selesai tidak tepat waktu.

♥♥♥♥♥♥


Menjelang dua tahun pernikahan mereka, Ghani mengajak Fila lIburan ke Lombok. Dia ingin merayakan ulang tahun pernikahan di sana. Fila langsung setuju, karena sejak kecelakaan itu mereka belum pernah lIburan lagi. Fila dan Ghani sangat menikmati kebersamaan mereka. Walaupun Ghani harus menggunakan kursi rodanya, tapi itu sama sekali tidak mengurangi kemesraan dan kebahagiaan mereka. Malam terakhir di Lombok, mereka memilih untuk berdua di dalam kamar hotel setelah makan malam yang rOmantis di sebuah restoran.
“Sayang, terima kasih ya.. Kamu sudah setia mendampingi aku dan sabar merawat aku.” ucap Ghani sambil membelai kepala Fila yang direbahkan di dadanya.
Fila mendongak dan menatap Ghani. “Aku akan selalu setia sama kamu, sayang. Selamanya. Dalam keadaan apapun, aku akan selalu bersama kamu.” ucapnya tulus.
Ghani tersenyum manatap Fila. “Kamu benar-benar wanita yang sangat istimewa. Aku sangat beruntung memiliki kamu.”
“Aku juga sangat beruntung memiliki kamu, pria terbaik di dunia.” ucap Fila sambil membelai wajah Ghani.
Sekali lagi Ghani tersenyum. “I love you, baby.” Ghani memeluk Fila erat dan mencium kepalanya.
“I love you too, baby.” Fila membalas pelukan erat Ghani. Dia bahagia sekali berada dalam dekapan Ghani. Nyaman sekali rasanya berada di sisinya seperti ini.
Di saat Fila tersenyum bahagia dalam pelukan hangat Ghani. Ghani diam-diam muram di balik mata Fila. Dia memejamkan matanya dan semakin erat memeluk Fila. Bulir bening keluar dari sudut matanya.

♥♥♥♥♥♥


Sejak pulang dari Lombok, Ghani terlihat berbeda. Dia menjadi lebih mandiri dan lebih rOmantis pada Fila. Beberapa kali dia rela bangun pagi-pagi hanya untuk menemani Fila membuat sarapan. Beberapa kali dia bersama sopir menjemput Fila di butiknya untuk makan siang bersama.
Diam-diam Fila mengamati perubahan Ghani. Di depan Fila Ghani terlihat selalu ceria, tapi di belakang Fila Ghani suka melamun sendiri. Sering Fila melihat Ghani duduk terdiam dengan pandangan kosong. Fila pernah beberapa kali menanyakan pada Ghani, tapi Ghani selalu menjawab tidak ada apa-apa dan berusaha meyakinkan bahwa dia baik-baik saja. Meskipun Fila tidak puas dengan jawaban yang berikan Ghani tapi Fila berusaha untuk percaya dan membuang jauh segala kecemasannya.

  ♥♥♥♥♥♥


Fila harus pergi ke Thailand selama sepuluh hari. Ada acara fashion yang harus dihadirinya sekaligus ada beberapa urusan pekerjaan di sana. Ghani memberikan izin Fila pergi bersama asistennya. Meskipun Fila berat meninggalkan Ghani karena harus menyerahkan tugasnya untuk mengurus Ghani kepada pembantu, tapi dia tidak punya pilihan lain.
Malam sebelum Fila berangkat ke Thailand, Ghani mengatakan bahwa dia ingin mengunjungi keluarganya dan orang tua Fila di Jakarta, sekalian menyelesaikan pekerjaan dia dengan kliennya. Fila pun mengizinkan dan menitip salam untuk mereka.
Selama berada di Thailand, Fila sering telpon-telponan dengan Ghani untuk memberi kabar dan menceritakan kegiatan masing-masing. Fila juga sering telpon ke rumah untuk mengecek kondisi rumah dan memastikan bahwa dua pembantunya sudah mengurus Ghani dengan baik. Meskipun terasa berat tapi Fila bisa merasa tenang karena semuanya berjalan cukup baik selama dia tidak ada.

♥♥♥♥♥♥


Fila sudah kembali ke Bandung. Sopir yang menjemputnya ke bandara, karena Ghani bilang ada meeting penting di kantor dan tidak bisa ditinggalkan. Sampai di rumah, Fila disambut oleh satpam dan dua pembantunya. Entah mengapa dia melihat wajah mereka seperti orang yang kebingungan, tapi karena lelah dia tidak bertanya kepada mereka dan memilih untuk langsung ke kamar.
Saat berada di dalam kamar, Fila merasa ada yang berbeda. Dia melihat sekeliling kamar, beberapa barang Ghani tidak terlihat di tempatnya. Dia masuk ke dalam kamar mandi untuk cuci tangan dan kaki. Peralatan milik Ghani juga tidak tampak. Dia mencari di lemari dan laci tidak ketemu. Fila langsung cepat-cepat keluar. Dia mengamati sekeliling kamar sekali lagi, matanya terhenti pada ruangan lemari pakaian. Dengan langkah cepat dia hampiri lemari dan membuka pintunya. Matanya terbelalak, dia sangat terkejut saat melihat isi lemari. Tempat yang berisi pakaian Ghani kosong. Dia bingung, kemana pakaian Ghani? Kemudian dia membuka satu per satu pintu yang berjajar, ada beberapa pakaian dan perlengkapan Ghani yang masih berada di tempatnya. Lemari pakaian yang besar itu kini berisikan miliknya utuh dan sebagian milik Ghani. Dia semakin bingung, selama beberapa saat dia tertegun dan berdiri kaku di depan lemari. Tiba-tiba terlintas sesuatu dalam benaknya dan dia merasa panik. Dia langsung berlari keluar kamar dan memanggil dua pembantunya.
Fila hampir bertabrakan dengan dua pembantunya yang mendadak muncul di ruang makan. Mereka sama terkejutnya seperti Fila. Zulema dan Na’imah langsung berhenti, mereka menatap Fila dengan ekspresi yang masih kaget.
“Iya, Bu.. Ada apa, Bu?” tanya Zulema dengan wajah kebingungan.
“Bapak kemana, Zul? Kenapa pakaian dan barang-barang Bapak banyak yang tidak ada di kamar?” tanya Fila bingung dan cemas.
Zulema dan Na’imah bertukar pandang lalu menatap Fila dengan bingung. Mereka saling menyikut dan saling rIbut siapa yang menjawab.
Fila yang sedang bingung dan panik mulai kesal melihat mereka rIbut sendiri. “Zulema! Na’imah! Kalian ini kenapa?! Saya bertanya kenapa tidak dijawab??” tanya Fila tegas.
“Eeee......maaf, Bu..” jawab Zulema takut-takut.
“Kenapa? Ada apa kamu minta maaf?” tanya Fila. Dia menatap serius pada Zulema.
Zulema melirik ke Na’imah yang tertunduk. “Bapaakk..... Eee.....bapaakk....pergi dari rumah, Bu..” jawab Zulema dan langsung menunduk.
Fila sangat tekejut. Matanya terbelalak. “APA??!! BAPAK PERGI DARI RUMAH??” tanyanya antara kaget dan bingung.
Zulema dan Na’imah mengangguk tanpa menatap Fila. “Iya, Bu..” jawab mereka pelan.
Bibir Fila mendadak terasa kaku. Dia tidak bisa berkata-kata. Dia benar-benar syok. Dia bingung mengapa Ghani pergi dari rumah? Mengapa Ghani pergi diam-diam di saat dia sedang pergi? Mendadak dia tidak bisa berpikir, otaknya seperti membeku, dan badannya tiba-tiba terasa lemas. Dia hampir terjatuh jika Zulema dan Na’imah tidak cepat memegangi tubuhnya. Mereka menuntun Fila untuk duduk di kursi makan. Na’imah dengan cekatan mengambilkan segelas air putih untuk Fila. Setelah minum satu tegukan, dia perlahan mengambil nafas panjang. Na’imah dan Zulema berdiri di depan Fila dengan wajah cemas.
“Kapan Bapak pergi?” tanya Fila pelan.
Zulema mengangkat sedikit kepalanya untuk menatap Fila. “Dua hari yang lalu, Bu..” jawabnya.
“Bapak pergi kemana?”
“Saya tidak tau, Bu.. Bapak tidak bilang. Bapak hanya menyuruh saya dan Na’imah untuk membereskan dan mengepak barang-barang Bapak, dua hari sebelum Bapak pergi.”
Perasaan Fila semakin tidak karuan. Ternyata Ghani membohonginya saat dia masih di Thailand. Di telpon Ghani bilang semua baik-baik saja. Ghani juga bilang tidak bisa menjemput karena ada meeting penting. Tapi kenapa Ghani membohonginya? Ada apa sebenarnya? Apakah ada hubungannya dengan perubahan Ghani belakangan ini? Tanya Fila dalam hati. Dia memejamkan kedua matanya, kesedihan kini menyelimuti hatinya.
“Bu.. Ibu tidak apa-apa? Ibu mau saya bantu ke kamar?” tanya Na’imah cemas.
Fila membuka matanya dan menggeleng pelan. “Tidak, Na’imah..” jawabnya lemas. “Zulema, kenapa kamu tidak bilang sama saya saat di telpon kalau Bapak pergi dari rumah?”
“Maaf, Bu.. Bapak melarang saya. Sebelum pergi, Bapak sudah berpesan pada kita semua kalau tidak boleh bercerita pada Ibu sampai Ibu pulang.”
Dada Fila terasa sesak, nafasnya berubah menjadi berat, dan matanya tiba-tiba sangat panas. Hanya dalam hitungan detik, bulir bening terjatuh dari matanya.
“Bu, sebelum pergi Bapak sempat menitip surat untuk Ibu. Suratnya saya simpan, sebentar saya ambilkan.” ucap Zulema lalu pergi mengambil surat. Sebentar kemudian Zulema sudah kembali dan memberikan surat dari Ghani untuk Fila.
“Dearest my love,
Temui aku ke tempat pak Alif mengantarku, kita bicarakan semuanya. Aku menunggumu, sayang...
Your love: Ghani”
Fila tidak mau membuang waktu lagi. Dia langsung bangkit dari kursi makan dan menyuruh Na’imah untuk bilang ke pak Alif, sopir yang menggantikan sopir lama yang meninggal, untuk mengantarnya bertemu dengan Ghani sekarang. Dia berjalan cepat masuk ke dalam kamar sambil membawa surat Ghani dan menghapus air mata dengan tangannya yang lain. Dia menukar pakaiannya dengan dress putih selutut, merapikan make up di wajahnya, dan menyisir rambut panjangnya yang terurai. Dia menyemprotkan parfum ke tubuhnya agar terasa lebih segar. Selesai merapikan diri, dia ambil tas tangannya dan memasukkan surat Ghani ke dalamnya. Dia keluar kamar, berpamitan pada Zulema dan Na’imah lalu masuk ke dalam mobil. Jundi, satpam rumah langsung sigap membuka pintu pagar. Dalam perjalanan, Fila tidak banyak mengobrol dengan pak Alif, karena pak Alif tidak banyak tau tentang alasan Ghani pergi dari rumah. Pak Alif hanya tau kalau sekarang Ghani menginap di hotel.

♥♥♥♥♥♥


Sampai di hotel, Fila meminta pak Alif untuk pulang. Dia langsung bertanya ke receptionist kamar yang dipakai Ghani. Dia menuju lantai delapan dengan lift. Siang ini hati Fila sangat berdebar-debar, perasaannya tidak karuan. Dia berdiri di depan pintu kamar 8820. Dia memejamkan matanya sejenak, mengambil nafas panjang, berdo’a, dan kemudian memencet bel. Tidak sampai dua menit, pintu kamar terbuka. Ghani muncul dari balik pintu, dia tidak terlihat kaget saat melihat Fila. Ghani tersenyum manis, tangannya terulur menyambut Fila. Fila tersenyum dan menggenggam tangannya. Ghani menariknya masuk dan menutup pintu kamar.
Mereka berhenti di ruang tengah yang cukup luas. Ghani memakai kamar kelas satu untuk tempat tinggal sementara dia. Fila duduk dihadapan Ghani dan menatapnya. Ghani menggenggam tangan Fila dan membelai wajah Fila dengan tangannya yang lain.
“Apa kabar, sayang? Aku sangat merindukanmu.” ucap Ghani lembut seperti biasanya.
Fila ingin sekali memeluknya erat. Tapi dia malah hanya terdiam kaku. Matanya berkaca-kaca menatap Ghani. Dia mencoba tersenyum dan memperat genggaman Ghani. “Aku baik, sayang.. Aku juga sangat merindukanmu.” jawabnya pelan.
Ghani tersenyum. Tangannya beralih membelai kepala Fila. “Aku sudah menunggumu sejak tadi.”
“Kenapa kamu pergi dari rumah, Ghani?” tanya Fila sedih.
Ghani sedikit menunduk lalu menatap Fila lagi. “Sayang, aku tidak bisa bersamamu lagi. Kita tidak bisa melanjutkan pernikahan kita lagi.” ucap Ghani sedikit lebih pelan dari sebelumnya. Suaranya terdengar agak parau, seperti menekan perasaan sedih dan sakit.
Fila syok, matanya mengejang menatap Ghani. Tubuhnya mendadak terasa kaku. Hatinya bagai digores sembilu. Sejak dia bersama dengan Ghani sembilan tahun yang lalu, hari ini untuk pertama kalinya Ghani mengucapkan perpisahan padanya. Sekuat tenaga dia mencoba membuka mulutnya yang terasa terkunci. “Kenapa, Ghani? Kenapa kamu tidak bisa bersamaku lagi? Kenapa pernikahan kita tidak bisa dilanjutkan?” tanyanya dengan suara bergetar.
Ghani menoleh ke meja di sampingnya. Tangan kanannya menggeser majalah dan mengambil dua amplop putih berkop rumah sakit lalu memberikannya pada Fila. Fila perlahan membuka amplop, menarik isinya, dan membacanya. Matanya kembali terasa panas, hatinya terasa kacau. Lalu Fila membuka dan membaca surat yang satu lagi. Hatinya semakin tidak karuan, pandangan matanya beralih pada Ghani yang tengah menatapnya. Ghani menarik dua amplop dan kertas dari tangan Fila lalu meletakannya di meja.
“Aku tidak bisa sembuh, Fila.. Kemungkinan aku bisa berjalan lagi terlalu kecil, hanya nol kOma sekian persen kata dokter Mufid.”
Fila menarik tubuhku ke depan, mendekat pada Ghani. Dia memegang erat wajah Ghani dan menatapnya dalam. “Sayang, aku tidak perduli apa kata dokter Mufid. Aku akan tetap bersamamu selamanya.” ucapku sepenuh hati.
“Tapi aku lumpuh, sayang.. Aku akan duduk di kursi roda ini selamanya.” ucap Ghani yang terdengar memilukan hati. Matanya menyimpan kepedihan yang dalam.
“Kamu ngga boleh putus asa. Kamu jangan menyerah sekalipun peluang untuk sembuh sangat kecil. Kamu harus percaya pada kebesaran Allah, sayang..” ucap Fila menguatkan dan meyakinkan Ghani. Hatinya sedih sekali melihat Ghani seperti ini.
Ghani menurunkan tangan Fila dan menggenggamnya. “Fila, aku tau kamu pasti akan seperti ini. Aku tau kamu sangat mencintaiku, seperti aku sangat mencintaimu. Kamu adalah milikku yang paling berharga didunia ini. Tapi hidupmu dan kebahagianmu adalah segalanya bagiku. Sejak aku bertemu denganmu, hanya satu hal yang ingin aku lakukan untukmu. Aku ingin memberikan kehidupan terindah untukmu.”
“Kalau begitu, jangan pernah kamu meninggalkan aku. Kamu adalah kehidupan terindahku, sayang..”
Ghani menggeleng pelan. “Kamu masih muda, kamu harus bisa memiliki kehidupan yang normal seperti orang lain. Memiliki sebuah keluarga yang bahagia, suami yang sehat, dan anak-anak yang lucu. Disitu kamu akan memiliki kehidupan terindah kamu, Fila..”
Fila menggelengkan kepala. “Enggak, kamu salah.. Kehidupan terindahku adalah bersama kamu.” ucapnya serius.
Ghani memjamkan matanya sejenak. “Aku ngga akan pernah bisa memberikan kehidupan terindah untuk kamu. Dengan kondisiku yang sekarang, aku tidak bisa menjadi suami terbaik untuk kamu. Aku bukan lagi Ghani yang dulu.”
“Kamu tetap Ghani ku yang dulu!” Fila menyahut cepat. “Bagiku, kamu tidak pernah berubah meskipun keadaan kamu sekarang seperti ini.”
“Buka mata kamu, Fila. Aku sudah tidak seperti dulu lagi. Saat kita menyeberang jalan, aku tidak bisa menggandeng kamu lagi. Saat kita bertemu orang jahat, aku tidak bisa berkelahi lagi untuk melindungi kamu. Aku tidak bisa menggendong kamu lagi saat kamu kelelahan. Aku tidak bisa menemani kamu kemana-mana lagi, harus dibantu pak Alif. Bahkan untuk memberikan nafkah bathin padamu, aku tidak bisa mandiri dan harus selalu menyusahkan kamu.” ucap Ghani yang terdengar memilukan hati Fila. Tangannya memegang erat wajah Fila. “Aku sudah tidak bisa menjadi suami yang layak untuk kamu, sayang.. Apalagi hasil tes kesehatan itu, kamu baca sendiri kan? Aku tidak bisa punya anak. Aku tidak akan pernah bisa memberimu keturunan.” Lanjut Ghani lirih.
Fila tidak kuasa lagi menahan air matanya yang menggenang. Bulir-bulir bening mengalir dari kedua matanya. Hatinya pedih sekali mendengar ucapan Ghani. Dia tau, hati Ghani juga sangat terluka. Dia bisa melihat dari tatapan mata Ghani yang layu dan mendengar suara Ghani yang putus asa. Fila memegang pergelangan tangan Ghani. “Anak bukan satu-satunya ukuran kebahagiaan dalam rumah tangga, sayang.. Kita bisa mengadopsi. Untuk menyayangi seorang anak, tidak harus berasal dari darah daging kita sendiri. Aku bersedia kita mengadopsi anak. Tujuan aku menikah dengan kamu bukan hanya semata-mata untuk mempunyai anak, tapi untuk menjalani hidup dan menata masa depan bersama kamu hingga nanti ajal memisahkan kita. Bagaimanapun keadaan kamu sekarang, itu sama sekali tidak merubah perasaanku padamu. Cintaku tidak diukur dari kesempurnaan atau normalnya keadaan kamu lahir dan bathin. Kelumpuhan kamu dan kondisi kamu yang tidak bia memiliki anak, sama sekali bukan alasan bagiku untuk meninggalkan kamu. Cintaku padamu lebih besar dari itu. Apa yang menimpa kamu adalah cobaan untuk cinta kita. Kita hadapi cobaan ini sama-sama, sayang. Aku yakin kita mampu melewatinya. Cinta kita lebih kuat dari cobaan ini. Kita harus yakin!” ucap Fila sungguh-sungguh, penuh keyakinan.
Ghani menatap mata Fila yang sudah basah. Tangannya menarik tubuh Fila dan memelukku erat. Fila pun menangis tersedu dalam pelukannya. Kedua lengan Fila memeluk erat Ghani. Fila tidak ingin melepas pelukannya, dia tidak mau kehilangan Ghani. “Jangan tinggalkan aku. Aku mohon. Aku tidak akan sanggup menjalani hidup tanpa kamu..” ucap Fila lirih dalam tangisnya.
Ghani hanya terdiam, tidak menjawab. Dia mempererat pelukannya. Jika saat ini keadaan Fila sedang normal, mungkin Fila akan sulit bernafas. Tapi karena keadaan Fila sekarang seperti ini maka Fila tidak perduli. Di belakang Fila, Ghani akhirnya meneteskan air mata. Dalam hitungan menit, sir matanya mengalir deras. Kepedihan yang dalam juga dirasakan oleh Ghani.
Fila bersama Ghani hingga malam. Pembicaraan mereka yang cukup panjang tidak berhasil merubah keputusan Ghani. Dia tetap ingin berpisah agar Fila bisa melanjutkan hidup. Ghani bahkan sudah menyampaikan niatnya untuk berpisah dengan Fila kepada orangtuanya dan orangtua Fila saat dia ke Jakarta kemarin. Meskipun mereka semua tidak setuju dan menentang, tapi Ghani tetap bersikukuh. Ghani meyakinkan mereka bahwa keputusan yang dia ambil adalah untuk kebaikan Fila dan masa depannya, akhirnya mereka menyerahkan segalanya kepada Ghani. Mungkin malam ini, Fila juga harus melakukan hal yang sama. Menyerahkan segalanya kepada Ghani. Fila sudah berusaha semampunya untuk menolak keputusan Ghani dan meyakinkan bahwa dia bisa menerima Ghani apa adanya. Tapi sepertinya Ghani sudah tidak bisa dibantah lagi, keputusannya sudah benar-benar bulat. Bahkan dia sudah menghubungi seorang temannya yang berprofesi advokat untuk mengurus perceraian. Fila benar-benar terluka dengan keputusan ini, tapi dia juga tidak bisa memaksa Ghani untuk merubah keputusannya. Hanya Ghani yang tau, apa yang terbaik untuk dirinya saat ini.
Pak Alif menjemput Fila pukul sebelas malam. Ghani mengantar Fila hingga masuk ke dalam mobil. Setelah menutup pintu untuk Fila, pak Alif menghampiri Ghani sebentar. Sekilas Fila melihat Ghani mengucapkan sesuatu dan pak Alif menjawabnya dengan anggukan kepala. Setelah pak Alif masuk, mobil berjalan perlahan. Fila membuka jendela mobil, sesaat dia dan Ghani saling menatap tanpa ada kata-kata dan lambaian tangan. Jika selama ini mereka saling menatap penuh cinta, tapi malam ini tatapan mereka adalah tatapan kepedihan yang menyakitkan.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang di jalan yang mulai agak sepi. Fila duduk di dekat jendela. Hatinya benar-benar hancur malam ini. Dia tidak bisa menggambarkan perasaannya yang sangat terluka dan pedih. Dia mencoba untuk menahan air mata, tapi ternyata tidak sanggup. Luka ini terlalu perih baginya dan sangat menyakitkan. Wajah cantiknya basah oleh derasnya air mata. Di depan, pak Alif yang pendiam, mengendarai dengan tenang dan sama sekali tidak ingin mengganggu Fila.
Di sebuah kamar tidur yang mewah. Ghani duduk sendirian menatap ke jendela. Tatapannya kosong meskipun di luar jendela terlihat meriah lampu-lampu dan bangunan. Dia terdiam dan duduk membeku dalam kursi rodanya. Hatinya sama-sama hancur seperti Fila. Perasaannya sama-sama terluka dan perih seperti yang Fila rasakan. Perpisahannya dengan Fila membuatnya kehilangan seluruh kekuatannya dan ketegarannya. Dia pun menangis sedih, sama seperti Fila.

 ♥♥♥♥♥♥


Dua bulan kemudian, Fila dan Ghani sudah resmi bercerai. Mereka sama-sama diwakili oleh advokat selama persidangan. Fila sangat terpukul dengan perceraian ini, tapi dia berusaha menghargai keputusan Ghani. Dua minggu setelah bercerai, Fila sempat jatuh sakit. Ghani selalu menengoknya selama tiga hari, menyuapinya makan, menemaninya hingga malam dan terlelap.
Hidup Fila terasa hampa dan hatinya merana karena berpisah dengan Ghani. Dia benar-benar terpuruk dalam kesedihan yang menyeretnya ke dalam jurang keputusasaan. Hari-harinya dijalani tanpa semangat. Dia memilih untuk menyIbukkan diri dengan pekerjaan, karena dia tidak mau pikirannya selalu melayang pada Ghani yang akhirnya membuatnya stres.
Di tempat lain, Ghani pun sama terpuruknya dengan Fila. Keputusannya untuk berpisah dengan Fila ternyata membuatnya kembali kehilangan semangat dan kepercayaan dirinya. Dia tidak melanjutkan lagi terapi kakinya, proyeknya membangun perumahan baru agak keteteran, dan dia mulai banyak melamun.

♥♥♥♥♥♥


Setelah benar-benar sembuh, Fila sudah bersiap-siap untuk keluar dari rumah Ghani dan pindah ke apartemen, karena rumah lama Fila yang dulu dibeli papanya saat dia kuliah masih dikontrak oleh sebuah keluarga selama tiga tahun. Tapi Ghani melarang, dia memutuskan memberikan rumah miliknya untuk Fila. Tapi Fila menolaknya, karena rumah itu dibangun oleh Ghani sebelum mereka menikah. Ghani menerima penolakan Fila dan hanya meminjamkan rumahnya sampai Fila bisa pindah ke rumahnya sendiri. Apartemen yang sudah terlanjur disewa oleh Fila untuk satu tahun dipakai oleh Ghani dan pak Alif. Walaupun begitu Ghani masih sering datang ke rumah sekedar untuk makan malam atau mengunjungi Fila.
Keadaan seperti ini sebenarnya membuat Fila merasa semakin sulit, karena sudah resmi bercerai tapi dia masih sangat mencintai Ghani. Di dalam lubuk hatinya, Fila  masih menyimpan harapan besar untuk bisa rujuk dengan Ghani. Fila terus berdo’a agar suatu saat nanti Ghani berubah pikiran dan mau kembali padanya.

♥♥♥♥♥♥


Setelah satu tahun, Ghani pindah ke apartemen lain yang disewanya selama dua tahun. Sejak saat itu Fila mulai jarang bertemu dengan Ghani. Harapannya untuk bisa kembali lagi dengan Ghani mulai memudar. Dia harus bisa untuk belajar menerima kenyataan bahwa dia dan Ghani memang sudah benar-benar berakhir.
Fila duduk di teras belakang rumah, melihat langit yang gelap karena bintang yang bersinar hanya sedikit sekali. Pikirannya mengumpulkan kembali tentang kenangannya bersama Ghani, angannya melayang ke masa lalu saat dia pertama bertemu dengan Ghani hingga akhirnya mereka menikah. Fila memegang cincin perkawinannya dengan Ghani yang menggantung di lehernya dengan seuntai kalung. Dia memejamkan matanya. Hatinya merasakan kesedihan yang mendalam. Dia sangat merindukan Ghani berada di sisinya. Tapi dia hanya bisa menikmati kerinduannya itu dengan air mata kesedihan tanpa mampu untuk memeluk Ghani.

♥♥♥♥♥♥


Ghani sedang duduk di ruang kerjanya, hampir dua jam dia menghadap laptopnya tapi tidak sekalipun dia menyentuhnya. Dia hanya terdiam dengan tangan kanan yang menOpang dagunya. Pikirannya melayang pada Fila, dia tidak bisa memikirkan apapun termasuk pekerjaannya. Dia merasa kesepian tanpa Fila. Pikirannya terkenang kembali saat Fila masih menjadi istrinya, hari-harinya selalu dilewati bersama Fila. Fila selalu membangunkannya tengah malam untuk sholat Tahajjud, saat adzan Shubuh berkumandang Fila akan menepuk-nepuk bahunya dan mencium keningnya untuk mengajaknya sholat berjama’ah, Fila selalu menyiapkan sarapan dan makan malam untuknya yang dIbuat oleh Fila sendri, setiap hari Fila menyiapkan baju kerja dan baju tidurnya, saat datang waktu Maghrib dia dan Fila selalu sholat dan mengaji bersama, Fila selalu menunggunya pulang kerja sambil tiduran di sofa atau menonton tv di ruang keluarga, Fila rela menemaninya lembur dan membuatkan teh atau coklat panas untuknya, Fila setia memijitnya saat dia lelah, saat dia sakit Fila selalu merawatnya dengan penuh perhatian, dan Fila juga siap menghIburnya setiap kali suasana hatinya sedang tidak bagus. Fila selalu tersenyum untuknya dan tidak pernah memberikan wajah muram apalagi cemberut padanya. Fila selalu sangat sabar menghadapinya, tidak pernah mengeluh ataupun protes. Fila jarang sekali membantah dan marah padanya, Fila selalu patuh dan menurut selama Ghani baik dan benar.
Penyesalan mulai menyusup ke dalam hati Ghani. Dia menyesali keputusannya berpisah dan bercerai dengan Fila. Dia sesungguhnya sangat mencintai Fila dan terlalu menyayanginya. Hati kecilnya tidak menginginkan dia berpisah dengan Fila. Tapi keadaannya yang lumpuh dan tidak bisa memiliki anak, membuatnya tidak sanggup untuk terus bersama dengan Fila. Dia sangat ingin Fila hidup bahagia dan normal seperti orang lain. Tapi dia akhirnya menyadari, keputusannya untuk bercerai ternyata sangat melukai dan menghancurkan Fila. Ghani diam-diam terus memantau keadaan Fila melalui Na’imah. Dia merasa sangat bersalah saat tau keadaan Fila ternyata tidak lebih bahagia setelah bercerai. Dia juga semakin terluka saat Na’imah bercerita padanya bahwa Fila tidak pernah bisa melupakannya dan masih tetap berharap bisa rujuk. Di lubuk hatinya yang paling dalam, Ghani sebenarnya menyimpan harapan yang sama. Ternyata dia juga tidak sanggup kehilangan Fila, dia tidak bisa hidup tanpa Fila. Sejak resmi bercerai hingga saat ini, dia tidak pernah bisa berhenti memikirkan Fila. Aktivitas sehari-hari yang dilakukannya selalu membuatnya teringat pada Fila.

 ♥♥♥♥♥♥


Ghani datang ke rumah Fila hari Sabtu siang. Mereka mengobrol di ruang keluarga yang bernuansa serba biru. Fila terlihat kurus setelah kehilangan 5 kg dari badannya yang langsing. Wajahnya tetap cantik walaupun sedikit pucat dan matanya agak layu. Ghani prihatin melihat kondisi Fila yang sekarang berubah seperti itu, walaupun sebenarnya kondisi dirinya sendiri juga tidak jauh beda.
Setelah berpikir dengan matang, hari itu Ghani memberanikan diri menyampaikan niatnya untuk rujuk dengan Fila. Dia ternyata tidak sanggup berpisah dengan Fila. Hidupnya sangat tersiksa tanpa Fila di sisinya. Fila sangat terkejut mendengar ucapan Ghani, matanya menatap Ghani dengan takjub. Keningnya berkerut keheranan dan mulutnya tertutup rapat seolah terkunci. Ghani menarik keduatangannya yang akhirnya membuat dia bereaksi.
“Ghani, kamu serius dengan ucapan kamu??” tanya Fila serius dan terharu.
Ghani tersenyum dan menggenggam erat tangan Fila. “Aku serius, Fila.”
Fila tersenyum, matanya berkaca-kaca. Hatinya yang layu tiba-tiba mendapat siraman air yang sangat sejuk yang mampu membuatnya merekah dalam sekejap. Tubuhnya mendadak merinding karena sangat terharu bercampur bahagia. “Ghani....” ucapnya penuh haru.
“Sayang, apakah kamu mau menerimaku kembali? Dengan kondisi aku yang sekarang lumpuh dan tidak bisa mempunyai anak, apakah kamu mau menikah lagi denganku?” tanya Ghani penuh harap.
Fila menatap Ghani dengan sorot mata haru dan bahagia. Bibirnya tersenyum merekah. Kepalanya mengangguk dan kedua lengannya langsung memeluk Ghani dengan erat. “Aku mau menikah lagi dengan kamu, sayang.. Aku mencintai kamu, sangat mencintai kamu. Bagaimanapun keadaan kamu sekarang, aku tetap mencintaimu. Apapun kondisi kamu, tidak akan pernah bisa mengalahkan rasa cintaku padamu. Perasaan ini terlalu kuat untuk dihancurkan.” ucapnya dalam isak tangis bahagia.
Ghani menarik maju tubuhnya untuk memeluk Fila lebih erat. “Aku tidak akan pernah melakukan kesalahan lagi untuk kedua kalinya. Aku tidak akan pernah melepaskan kamu lagi sampai kapanpun. Karena aku terlalu mencintai kamu. Berpisah denganmu membuatku menyadari bahwa aku ternyata tidak sanggup melanjutkan hidupku tanpa kamu. Kamu adalah jiwaku, sayang..”

♥♥♥♥♥♥


Dua minggu kemudian, Fila dan Ghani resmi menikah lagi di rumah orang tua Fila. Tidak ada pesta seperti pernikahan pertama mereka. Hanya ada keluarga dan sahabat dekat yang menghadiri pernikahan sederhana mereka. Mereka tidak menginginkan ada pesta apapun meskipun keluarga mereka sudah menawarkan. Mereka berdua hanya ingin sebuah akad nikah yang khidmat karena itu sesuatu yang sangat sakral.
Satu bulan setelah pernikahan dilangsungkan, Fila dan Ghani sepakat mengadopsi bayi untuk dirawat dan dibesarkan oleh mereka. Setelah melakukan konsultasi ke beberapa rumah sakit dan panti asuhan, akhirnya mereka menngadopsi bayi kembar laki-laki berusia tiga bulan. Tiga tahun kemudian mereka mengadopsi lagi bayi perempuan berusia lima bulan. Sejak pernikahan pertama dulu, Fila dan Ghani memang ingin memiliki tiga anak.
Pernikahan Fila dan Ghani kembali bahagia seperti dulu. Mereka semakin bahagia dengan kehadiran tiga anak adopsi mereka. Fila mengurus sendiri anak-anaknya dengan dibantu dua pembantunya, dia menolak saran Ghani untuk memakai baby sitter. Fila ingin merasakan menjadi seorang Ibu dengan mengurus sendiri anak-anaknya. Dia tidak perduli dengan kerepotan yang harus ditanggungnya karena sering bangun malam-malam, memandikan, membuatkan susu, mengganti popok, menggendong berjam-jam, menyuapi, membacakan dongeng, dan lainnya. Fila sangat menikmati tugasnya menjadi seorang Ibu.
Melihat Fila yang begitu bersemangat mengurus Rehan, Rafi, dan Rosana, Ghani ikut tertular. Dengan keterbatasannya, Ghani berusaha keras untuk bisa menjadi ayah yang baik. Dia ikut mengantar Rehan dan Rafi sekolah, membantu mereka memakai baju, menemani mereka bermain sepulang kerja, menidurkan mereka, membuatkan susu untuk Rosana, menggendongnya hingga tidur, dan mengganti popoknya setiap kali mengompol.
Fila sangat bersyukur karena Allah telah mengabulkan do’anya untuk mempersatukan kembali dengan Ghani. Di saat dia hampir putus asa karena penantiannya selama berbulan-bulan untuk bisa rujuk dengan Ghani semakin jauh, tiba-tiba Ghani datang padanya dan mengajaknya untuk menikah lagi. Fila juga sangat berterima kasih pada-Nya, karena dengan pernikahannya yang sekarang dia sudah diberi tiga anak adopsi yang melengkapi rumah tangganya. Ghani sendiri sudah tidak lagi berkecil hati dengan keadaannya karena Fila berhasil meyakinkannya. Ghani sangat bersyukur memiliki pendamping hidup berhati mulia seperti Fila, yang tulus menerima dia apa adanya dan tulus menyayangi anak-anak yang bukan darah dagingnya. Fila dan Ghani kini sudah mantab untuk menjalani kehidupan rumah tangga baru mereka.
Fila melihat Ghani dan ketiga anaknya terlelap di tempat tidurnya yang besar. Dia tersenyum bahagia. “Bagi sebagian orang mungkin pilihanku ini tidak masuk akal. Karena aku memilih untuk kembali bersama pria yang lumpuh dan rela mengadopsi tiga anak. Padahal aku mempunyai kesempatan untuk menemukan pria lain yang sehat dan memiliki anak kandungku sendiri. Tapi aku tidak perduli apa pandangan dan penilaian orang lain. Ini adalah hidupku, aku tau apa yang terbaik untukku. Aku memilih Ghani dan ketiga anak adopsiku karena atas nama cinta. Mereka adalah hidupku dan kebahagiaanku. Sekarang, besok, selamanya aku tidak akan pernah menyesali keputusanku. Inilah cinta, dan aku memiliki caraku sendiri dalam mencintai.” ucapnya dalam hati. Fila menarik selimut ke atas tubuh Ghani dan anak-anaknya lalu meredupkan lampu kamar. Dia mengambil tempat di sisi kiri kasur, bersebelahan dengan Rafi. Di sisi kanan ada Ghani yang memeluk Rosana dan di tengah Rehan sangat pulas. Fila memeluk Rafi dan memejamkan mata dengan perasaan sangat bahagia.

♥♥♥♥♥♥

1 komentar:

  1. YouTube Betting - VIVALLAYA - VIVALLAYA - Videodl.CC
    YouTube Betting. youtube converter . Copyright © 2018-2019 The Video Game Foundation. All Rights Reserved.

    BalasHapus