26 Oktober 2012

RINDUKAN CINTAMU, PAPA

Ulang tahun ke-7
“Ya Allah, aku ingin mendapat kado pelukan Papa di ulang tahunku ini.”

Ulang tahun ke-12
“Ya Allah, aku tidak meminta kado apa-apa. Aku hanya ingin Papa memelukku.”

Ulang tahun ke-17
“Ya Allah, di usiaku yang beranjak remaja ini ingin sekali aku merasakan pelukan Papa.”

Ulang tahun ke-25
“Ya Allah, aku selalu mengucapkan do’a yang sama di setiap ulang tahunku. Aku ingin dipeluk oleh Papa.”

Ulang tahun ke-35
“Ya Allah, aku tidak akan pernah berhenti berdo’a dan berharap pada-Mu agar Papa memelukku.”

♥♥♥♥♥♥


Zahwa selalu memanjatkan do’a yang sama di setiap ulang tahunnya. Dia ingin sekali dipeluk oleh Papanya. Dia ingin merasakan kasih sayang dan cinta dari Papanya yang selama ini sangat sIbuk dengan pekerjaan. Sejak Zahwa dan kakaknya masih kecil Papanya jarang berada di rumah. Papanya sering ke luar kota bahkan luar negeri untuk urusan bisnis, sehingga tidak pernah punya waktu untuk keluarga. Zahwa dan Huda hanya dekat dengan Mamanya yang seorang Ibu rumah tangga. Bagi Zahwa dan Huda, Papanya seperti orang lain yang tidak akrab dengan mereka.
Zahwa sudah menikah dan memiliki dua orang anak kembar, Ghaza dan Sabia yang berumur 8 tahun. Sedangkan Huda yang lebih tua empat tahun dari Zahwa, sudah memiliki tiga anak dari istrinya yang cantik keturunan Indo-Jerman.

♥♥♥♥♥♥



Zahwa sedang menyelesaikan pekerjaan di kantor ketika hand phonenya berdering. Dia mengambil dengan tangan kanannya dan melihat layar telepon sebentar lalu memencet tombol hijau.
“Hallo, Ma..” sapa Zahwa.
“Zahwa, jantung Papa kambuh. Tadi Papa jatuh di kamar dan nggak sadar. Sekarang kita sedang perjalanan ke rumah sakit Puri Kemala, kamu ke rumah sakit sekarang ya..” ucap bu Malik yang terdengar cemas.
Zahwa terkejut, matanya terbelalak. “Iya iya, Ma.. Zahwa ke sana sekarang.” jawab Zahwa cepat.
Zahwa menelpon suaminya untuk mengabari lalu mematikan laptopnya. Dengan cepat dia memberesi pekerjaan di mejanya. Tangannya menyambar tas lalu pergi meninggalkan kantor milik Papanya.
Sampai di rumah sakit, Zahwa bertemu dengan Mamanya dan kakak iparnya yang duduk di dekat UGD. Dua puluh menit kemudian pak Malik dipindahkan ke kamar rawat inap kelas VVIP. Dokter dan dua perawat memasang peralatan kedokteran ke tubuh pak Malik yang masih tidak sadar. Huda dan Daffa -suami Zahwa- datang berurutan setengah jam kemudian.  

♥♥♥♥♥♥


Zahwa dan keluarganya secara bergantian menunggui pak Malik di rumah sakit. Zahwa untuk sementara tidak masuk kerja agar bisa menunggui pak Malik di rumah sakit dari pagi hingga sore bersama bu Malik. Malam hingga pagi, Huda dan Daffa bergantian menemani bu Malik menunggui pak Malik. Juliet -istri Huda- untuk sementara mengambil alih urusan rumah menggantikan bu Malik sekaligus mengurusi ketiga anaknya.
Hari ketiga menjelang sore, pak Malik mulai sadar. Setelah diperiksa oleh dokter, pak Malik masih harus tetap tinggal karena kondisinya masih belum stabil dan lemah. Pak Malik juga belum diperbolehkan banyak bicara agar kondisinya cepat pulih.
Hari keenam, kondisi pak Malik mulai stabil dan sudah bisa mengobrol meskipun masih perlahan. Hari itu Zahwa menunggui pak Malik sendirian karena bu Malik kurang enak badan. Huda ke luar kota untuk mengurusi bisnis, sedangkan Daffa baru nanti malam datang ke rumah sakit. Zahwa duduk di samping pak Malik sambil menonton tv sore itu. Tiba-tiba tangan kiri Zahwa disentuh oleh pak Malik, Zahwa langsung menoleh.
“Iya, Pa.. Papa perlu sesuatu?” tanya Zahwa.
Pak Malik menggeleng pelan. “Zahwa.” panggil pak Malik dengan suara pelan.
Zahwa langsung beranjak dari duduknya dan mendekatkan telinganya ke bibir pak Malik. “Iya, Pa?”
“Papa ingin meminta maaf sama kamu dan Huda.” ucap pak Malik. Nada bicaranya lemah.
Zahwa mengerutkan dahi. “Minta maaf sama Zahwa dan kak Huda? Maaf untuk apa, Pa?” tanya Zahwa bingung.
“Untuk sikap Papa selama ini terhadap kalian. Papa bukan ayah yang baik. Sejak kalian kecil hingga dewasa, Papa tidak pernah memperhatikan kalian. Papa selalu sIbuk dengan pekerjaan dan diri Papa sendiri. Papa menyerahkan semua tugas sebagai orang tua kepada Mama.”
“Pa, Papa tidak perlu meminta maaf sama Zahwa dan kak Huda. Kita tidak pernah menyalahkan Papa.”
“Papa sudah banyak sekali mengecewakan kalian dan Mama. Papa ingat waktu kamu kelas tiga SD, kamu minta ditemani Papa jalan-jalan ke kebun binatang. Tapi Papa menolak karena Papa harus ke Surabaya untuk urusan pekerjaan. Kamu menangis di pojok halaman rumah sambil melihat mobil Papa pergi. Setelah itu kamu tidak pernah lagi meminta Papa untuk menemani kamu. Sekarang Papa menyesal sekali, karena dulu menolak kamu.”
“Zahwa ngga pernah marah sama Papa kok. Zahwa tidak pernah minta ditemani lagi sama Papa, karena Zahwa tau Papa sangat sIbuk. Bukan karena Zahwa marah sama Papa.” ucap Zahwa sungguh-sungguh.
Pak Malik menggenggam tangan Zahwa. “Papa berterima kasih karena kamu mau merawat dan menemani Papa di sini. Kamu dan Huda benar-benar anak yang baik. Kalian dan juga Mama tetap perduli dengan Papa meskipun Papa sudah sering mengabaikan kalian.”
Kedua mata Zahwa berkaca-kaca. “Pa, kita semua sangat menyayangi Papa. Kita tidak pernah marah apalagi benci sama Papa. Sampai kapan pun kita selalu perduli sama Papa.”
“Terima kasih, Zahwa. Papa beruntung sekali memiliki keluarga seperti kalian. Papa baru sadar sekarang, harta yang paling berharga di dunia ini ternyata bukanlah kekayaan materi tapi keluarga.”
Zahwa mengangguk. “Iya, Pa..” ucap Zahwa sambil membelai wajah pak Malik yang pucat.
“Kalau nanti Papa sudah sembuh, apakah kamu masih ingin ditemani Papa pergi ke suatu tempat?”
Zahwa terharu dengan ucapan Papanya. Dia tersenyum. “Zahwa memiliki satu keinginan yang lebih besar untuk Papa.”
“Apa itu?”
“Zahwa ingin sekali merasakan pelukan hangat Papa. Sejak kecil hingga Zahwa memiliki anak, belum pernah Zahwa merasakan pelukan Papa. Setiap kali Zahwa berulang tahun, Zahwa selalu berdo’a agar suatu saat nanti Zahwa bisa merasakan bahagianya dipeluk oleh Papa.” jawab Zahwa jujur. Butiran kecil air mata jatuh di pipinya.
Pak Malik mengerutkan dahi, terkejut mendengar jawaban putrinya. “Kamu terus berdo’a sejak kecil hingga sekarang agar bisa merasakan pelukan Papa?”
Zahwa mengangguk. “Iya, Pa.. Zahwa ingin tau rasanya pelukan seorang ayah kepada anaknya.”
Pak Malik terdiam sesaat. Dia menatap Zahwa dan tiba-tiba menangis. “Maafkan Papa, Zahwa.. Maafkan Papa tidak pernah memelukmu.” Pak Malik menarik tubuh Zahwa perlahan dan memeluknya.
Zahwa membungkuk dan memeluk erat pak Malik, tangisnya pun pecah. “Sudah lama sekali Zahwa merindukan Papa, Zahwa mendambakan pelukan Papa.” ucap Zahwa dengan terisak.
Zahwa dan pak Malik berpelukan erat diiringi air mata dan rasa haru. Di dalam hatinya, Zahwa merasa sangat bahagia karena pada akhirnya dia bisa merasakan pelukan Papanya setelah 35 tahun menunggu dengan sangat sabar. Allah telah mengabulkan do’anya.

♥♥♥♥♥♥


Keesokan harinya pak Malik menyampaikan permintaan maaf yang sama kepada Huda dan bu Malik. Mereka terhanyut dalam haru dan tangis bahagia. Dalam kondisi pak Malik yang sakit, kebekuan di dalam keluarga selama puluhan tahun akhirnya mencair dan berubah menjadi kehangatan.
Tapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Dua hari kemudian, kondisi pak Malik kembali menurun. Komplikasi yang diderita pak Malik membuatnya hilang kesadaran lagi. Dokter memberi tau bahwa kondisi pak Malik cukup mengkhawatirkan dan harus dipindahkan ke ICU. Zahwa dan keluarganya terus menunggui dengan penuh kecemasan.
Pukul tiga dini hari Zahwa bangun dari tidurnya. Usai sholat tahajjud, dia duduk bersimpuh sambil menengadahkan kedua tangannya di samping tempat tidurnya. Dia memunajatkan do’a untuk kesembuhan Papanya dengan linangan air mata yang membasahi wajahnya. Zahwa takut kehilangan Papanya, dia tidak ingin ditinggalkan di saat keluarga mereka mulai membaik.

♥♥♥♥♥♥


Jum’at siang itu langit sangat cerah ketika Zahwa dan semua keluarganya berkumpul di rumah sakit atas permintaan dokter. Kondisi pak Malik semakin kritis dan tidak ada harapan lagi. Dokter sudah berusaha maksimal, tapi kondisi pak Malik memang sudah sangat memburuk. Zahwa dan keluarganya berdo’a dan mengaji untuk pak Malik. Bu Malik dan Zahwa duduk di samping kanan kiri pak Malik sambil memegang tangannya.
Menjelang senja, pak Malik menghembuskan nafas terakhirnya. Kepergiannya diiringi dengan tangis pilu oleh keluarganya. Zahwa dan bu Malik memeluk pak Malik dengan erat. Zahwa tidak akan pernah bisa merasakan lagi pelukan Papanya untuk selamanya.

♥♥♥♥♥♥


Tidak ada komentar:

Posting Komentar