Ulang tahun ke-7
“Ya Allah, aku ingin mendapat kado
pelukan Papa di ulang tahunku ini.”
Ulang tahun
ke-12
“Ya Allah, aku tidak meminta kado
apa-apa. Aku hanya ingin Papa memelukku.”
Ulang tahun
ke-17
“Ya Allah, di usiaku yang beranjak
remaja ini ingin sekali aku merasakan pelukan Papa.”
Ulang tahun
ke-25
“Ya Allah, aku selalu mengucapkan do’a
yang sama di setiap ulang tahunku. Aku ingin dipeluk oleh Papa.”
Ulang tahun
ke-35
“Ya Allah, aku tidak akan pernah
berhenti berdo’a dan berharap pada-Mu agar Papa memelukku.”
♥♥♥♥♥♥
Zahwa selalu memanjatkan do’a yang sama
di setiap ulang tahunnya. Dia ingin sekali dipeluk oleh Papanya. Dia ingin
merasakan kasih sayang dan cinta dari Papanya yang selama ini sangat sIbuk
dengan pekerjaan. Sejak Zahwa dan kakaknya masih kecil Papanya jarang berada di
rumah. Papanya sering ke luar kota bahkan luar negeri untuk urusan bisnis,
sehingga tidak pernah punya waktu untuk keluarga. Zahwa dan Huda hanya dekat
dengan Mamanya yang seorang Ibu rumah tangga. Bagi Zahwa dan Huda, Papanya
seperti orang lain yang tidak akrab dengan mereka.
Zahwa sudah menikah dan memiliki dua
orang anak kembar, Ghaza dan Sabia yang berumur 8 tahun. Sedangkan Huda yang
lebih tua empat tahun dari Zahwa, sudah memiliki tiga anak dari istrinya yang
cantik keturunan Indo-Jerman.
♥♥♥♥♥♥
Zahwa sedang menyelesaikan pekerjaan di
kantor ketika hand phonenya berdering. Dia mengambil dengan tangan kanannya dan
melihat layar telepon sebentar lalu memencet tombol hijau.
“Hallo, Ma..” sapa Zahwa.
“Zahwa, jantung Papa kambuh. Tadi Papa
jatuh di kamar dan nggak sadar. Sekarang kita sedang perjalanan ke rumah sakit
Puri Kemala, kamu ke rumah sakit sekarang ya..” ucap bu Malik yang terdengar
cemas.
Zahwa terkejut, matanya terbelalak. “Iya
iya, Ma.. Zahwa ke sana sekarang.” jawab Zahwa cepat.
Zahwa menelpon suaminya untuk mengabari
lalu mematikan laptopnya. Dengan cepat dia memberesi pekerjaan di mejanya.
Tangannya menyambar tas lalu pergi meninggalkan kantor milik Papanya.
Sampai di rumah sakit, Zahwa bertemu
dengan Mamanya dan kakak iparnya yang duduk di dekat UGD. Dua puluh menit
kemudian pak Malik dipindahkan ke kamar rawat inap kelas VVIP. Dokter dan dua
perawat memasang peralatan kedokteran ke tubuh pak Malik yang masih tidak
sadar. Huda dan Daffa -suami Zahwa- datang berurutan setengah jam
kemudian.
♥♥♥♥♥♥
Zahwa dan keluarganya secara bergantian
menunggui pak Malik di rumah sakit. Zahwa untuk sementara tidak masuk kerja
agar bisa menunggui pak Malik di rumah sakit dari pagi hingga sore bersama bu
Malik. Malam hingga pagi, Huda dan Daffa bergantian menemani bu Malik menunggui
pak Malik. Juliet -istri Huda- untuk sementara mengambil alih urusan rumah
menggantikan bu Malik sekaligus mengurusi ketiga anaknya.
Hari ketiga menjelang sore, pak Malik mulai
sadar. Setelah diperiksa oleh dokter, pak Malik masih harus tetap tinggal
karena kondisinya masih belum stabil dan lemah. Pak Malik juga belum
diperbolehkan banyak bicara agar kondisinya cepat pulih.
Hari keenam, kondisi pak Malik mulai
stabil dan sudah bisa mengobrol meskipun masih perlahan. Hari itu Zahwa
menunggui pak Malik sendirian karena bu Malik kurang enak badan. Huda ke luar
kota untuk mengurusi bisnis, sedangkan Daffa baru nanti malam datang ke rumah
sakit. Zahwa duduk di samping pak Malik sambil menonton tv sore itu. Tiba-tiba
tangan kiri Zahwa disentuh oleh pak Malik, Zahwa langsung menoleh.
“Iya, Pa.. Papa perlu sesuatu?” tanya
Zahwa.
Pak Malik menggeleng pelan. “Zahwa.”
panggil pak Malik dengan suara pelan.
Zahwa langsung beranjak dari duduknya
dan mendekatkan telinganya ke bibir pak Malik. “Iya, Pa?”
“Papa ingin meminta maaf sama kamu dan
Huda.” ucap pak Malik. Nada bicaranya lemah.
Zahwa mengerutkan dahi. “Minta maaf sama
Zahwa dan kak Huda? Maaf untuk apa, Pa?” tanya Zahwa bingung.
“Untuk sikap Papa selama ini terhadap
kalian. Papa bukan ayah yang baik. Sejak kalian kecil hingga dewasa, Papa tidak
pernah memperhatikan kalian. Papa selalu sIbuk dengan pekerjaan dan diri Papa
sendiri. Papa menyerahkan semua tugas sebagai orang tua kepada Mama.”
“Pa, Papa tidak perlu meminta maaf sama
Zahwa dan kak Huda. Kita tidak pernah menyalahkan Papa.”
“Papa sudah banyak sekali mengecewakan
kalian dan Mama. Papa ingat waktu kamu kelas tiga SD, kamu minta ditemani Papa
jalan-jalan ke kebun binatang. Tapi Papa menolak karena Papa harus ke Surabaya
untuk urusan pekerjaan. Kamu menangis di pojok halaman rumah sambil melihat
mobil Papa pergi. Setelah itu kamu tidak pernah lagi meminta Papa untuk
menemani kamu. Sekarang Papa menyesal sekali, karena dulu menolak kamu.”
“Zahwa ngga pernah marah sama Papa kok.
Zahwa tidak pernah minta ditemani lagi sama Papa, karena Zahwa tau Papa sangat
sIbuk. Bukan karena Zahwa marah sama Papa.” ucap Zahwa sungguh-sungguh.
Pak Malik menggenggam tangan Zahwa.
“Papa berterima kasih karena kamu mau merawat dan menemani Papa di sini. Kamu
dan Huda benar-benar anak yang baik. Kalian dan juga Mama tetap perduli dengan
Papa meskipun Papa sudah sering mengabaikan kalian.”
Kedua mata Zahwa berkaca-kaca. “Pa, kita
semua sangat menyayangi Papa. Kita tidak pernah marah apalagi benci sama Papa.
Sampai kapan pun kita selalu perduli sama Papa.”
“Terima kasih, Zahwa. Papa beruntung
sekali memiliki keluarga seperti kalian. Papa baru sadar sekarang, harta yang
paling berharga di dunia ini ternyata bukanlah kekayaan materi tapi keluarga.”
Zahwa mengangguk. “Iya, Pa..” ucap Zahwa
sambil membelai wajah pak Malik yang pucat.
“Kalau nanti Papa sudah sembuh, apakah
kamu masih ingin ditemani Papa pergi ke suatu tempat?”
Zahwa terharu dengan ucapan Papanya. Dia
tersenyum. “Zahwa memiliki satu keinginan yang lebih besar untuk Papa.”
“Apa itu?”
“Zahwa ingin sekali merasakan pelukan
hangat Papa. Sejak kecil hingga Zahwa memiliki anak, belum pernah Zahwa
merasakan pelukan Papa. Setiap kali Zahwa berulang tahun, Zahwa selalu berdo’a
agar suatu saat nanti Zahwa bisa merasakan bahagianya dipeluk oleh Papa.” jawab
Zahwa jujur. Butiran kecil air mata jatuh di pipinya.
Pak Malik mengerutkan dahi, terkejut
mendengar jawaban putrinya. “Kamu terus berdo’a sejak kecil hingga sekarang
agar bisa merasakan pelukan Papa?”
Zahwa mengangguk. “Iya, Pa.. Zahwa ingin
tau rasanya pelukan seorang ayah kepada anaknya.”
Pak Malik terdiam sesaat. Dia menatap
Zahwa dan tiba-tiba menangis. “Maafkan Papa, Zahwa.. Maafkan Papa tidak pernah
memelukmu.” Pak Malik menarik tubuh Zahwa perlahan dan memeluknya.
Zahwa membungkuk dan memeluk erat pak
Malik, tangisnya pun pecah. “Sudah lama sekali Zahwa merindukan Papa, Zahwa
mendambakan pelukan Papa.” ucap Zahwa dengan terisak.
Zahwa dan pak Malik berpelukan erat
diiringi air mata dan rasa haru. Di dalam hatinya, Zahwa merasa sangat bahagia
karena pada akhirnya dia bisa merasakan pelukan Papanya setelah 35 tahun
menunggu dengan sangat sabar. Allah telah mengabulkan do’anya.
♥♥♥♥♥♥
Keesokan harinya pak Malik menyampaikan
permintaan maaf yang sama kepada Huda dan bu Malik. Mereka terhanyut dalam haru
dan tangis bahagia. Dalam kondisi pak Malik yang sakit, kebekuan di dalam
keluarga selama puluhan tahun akhirnya mencair dan berubah menjadi kehangatan.
Tapi kebahagiaan itu tidak berlangsung
lama. Dua hari kemudian, kondisi pak Malik kembali menurun. Komplikasi yang
diderita pak Malik membuatnya hilang kesadaran lagi. Dokter memberi tau bahwa
kondisi pak Malik cukup mengkhawatirkan dan harus dipindahkan ke ICU. Zahwa dan
keluarganya terus menunggui dengan penuh kecemasan.
Pukul tiga dini hari Zahwa bangun dari
tidurnya. Usai sholat tahajjud, dia duduk bersimpuh sambil menengadahkan kedua
tangannya di samping tempat tidurnya. Dia memunajatkan do’a untuk kesembuhan
Papanya dengan linangan air mata yang membasahi wajahnya. Zahwa takut
kehilangan Papanya, dia tidak ingin ditinggalkan di saat keluarga mereka mulai
membaik.
♥♥♥♥♥♥
Jum’at siang itu langit sangat cerah
ketika Zahwa dan semua keluarganya berkumpul di rumah sakit atas permintaan
dokter. Kondisi pak Malik semakin kritis dan tidak ada harapan lagi. Dokter
sudah berusaha maksimal, tapi kondisi pak Malik memang sudah sangat memburuk.
Zahwa dan keluarganya berdo’a dan mengaji untuk pak Malik. Bu Malik dan Zahwa
duduk di samping kanan kiri pak Malik sambil memegang tangannya.
Menjelang senja, pak Malik menghembuskan
nafas terakhirnya. Kepergiannya diiringi dengan tangis pilu oleh keluarganya.
Zahwa dan bu Malik memeluk pak Malik dengan erat. Zahwa tidak akan pernah bisa
merasakan lagi pelukan Papanya untuk selamanya.
♥♥♥♥♥♥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar