27 Oktober 2012

IZINKAN AKU KEMBALI


Sejak kekasihnya meninggal delapan bulan yang lalu, Nayla seperti orang yang kehilangan harapan dan cahaya hidup. Dia tenggelam dalam kepedihan dan keputusasaan. Rasa perih di hatinya karena Rizky pergi untuk selama-lamanya, semakin dalam menyeretnya ke jurang keterpurukan.
“Nayla, sampai kapan kamu mau terus seperti ini?” tanya Misha, sahabat terdekat Nayla. Tangannya membelai kepala Nayla yang tiduran di kasurnya.
“Aku juga ngga tau, Sha..” jawab Nayla pelan.
“Sayang, sudah saatnya kamu harus bangkit. Kehilangan Rizky tidak berarti hidupmu berhenti. Rizky sudah tenang di sisi-Nya. Kamu harus melanjutkan hidupmu.”
“Aku ngga tau bagaimana caranya menjalani hidupku tanpa Rizky.”
“Aku tau Rizky itu bagian dari dirimu, tapi dia bukan seluruh hidupmu. Orang tua dan kakak-kakakmu di bawah, aku dan anak-anak, kita semua sangat sayang dan perduli sama kamu. Kita akan selalu ada untuk kamu, Nayla.. Lanjutkanlah hidupmu untuk kita, orang-orang yang selalu mencintaimu.”
“Aku tidak tau harus melangkah ke mana, segalanya sangat gelap. Bagaimana bisa aku melanjutkan hidupku?”
Misha memegang wajah Nayla dan menatapnya. “Pergilah kepada Tuhanmu, Nayla.. Selama ini kamu sudah jauh dari-Nya. Kamu jarang bersujud pada-Nya, sehingga kamu menjadi orang yang sangat rapuh. Memang benar lima tahun kamu bersama Rizky, harapan dan masa depan telah kamu gantungkan padanya. Tapi tidak seharusnya perpisahan ini membuatmu tenggelam sedemikian dalam ke jurang kepedihan, sampai kamu kehilangan semangat begini. Mendekatlah pada Allah, sayang.. DIA yang akan memberimu kekuatan dan menuntunmu keluar dari kegelapan dengan cahaya terang-Nya.”

♥♥♥♥♥♥


Nayla merenungkan kembali ucapan Misha. Dia menyadari, selama ini memang dia jauh dari Allah. Dia jarang sholat dan tidak pernah mengaji. Apakah karena ini kemudian Allah memberikan cobaan yang cukup berat baginya? Ditambah lagi nilai kuliahnya yang menurun drastis sejak dia patah hati, jauh di bawah nilai sahabat-sahabatnya. Lengkap sudah musibah dan kepedihan Nayla.
Perlahan Nayla mulai mencoba untuk bangkit dari kesedihannya. Dia mulai rajin kuliah lagi, dia kembali berinteraksi dengan teman-teman kuliahnya di kampus, dia tidak lagi mengurung diri di kamar, dan dia sudah mau berkumpul lagi dengan sahabat-sahabatnya. Nayla baru menyadari, ternyata dia memiliki sahabat-sahabat yang tulus menyayanginya. Di saat dia terjatuh dan terpuruk, mereka tetap selalu ada untuknya. Padahal selama ini Nayla sering keras kepala dan galak kepada mereka.
Pulang dari kuliah, Nayla pergi ke toko buku sendirian. Dia membeli buku-buku tentang psikologi dan agama Islam. Sampai di rumah, Nayla membaca salah satu buku tentang agama Islam di kamarnya. Dia membaca dengan serius dan menandai bagian-bagian yang dianggapnya penting dengan stabilo. Dia mulai belajar untuk memahami agama Islam.
Hari demi hari, Nayla mulai terlihat lebih ceria. Dia sudah tidak sering menangis, minimal tidak di hadapan sahabat-sahabatnya. Nilai kuliahnya juga sudah banyak peningkatan. Jika ada waktu senggang di kampus, Nayla menyempatkan diri untuk membaca buku-buku yang dibelinya. Di mobil maupun di dalam tasnya, dia selalu membawa buku-bukunya itu. Perubahan positif ini disambut dengan sangat baik oleh-oleh sahabatnya, mereka sangat mendukung dan selalu menyemangati Nayla untuk melanjutkan hidupnya dengan membuka lembaran baru yang lebih baik.

♥♥♥♥♥♥


Nayla memang hobi membaca sejak kecil, karena itulah dia tumbuh menjadi perempuan yang cerdas. Karena saat ini dia sedang hobi membaca buku agama Islam, sahabat-sahabatnya memberinya hadiah buku tentang Islam. Nayla senang sekali, dia semakin semangat untuk memperdalam pengetahuannya tentang Islam.
Perlahan Nayla mulai menjalankan ibadah sholat lima waktu, dia belajar untuk bisa melaksanakan dengan tertib setiap hari. Tapi ternyata itu tidak mudah, dia masih sering kehilangan waktu sholat Shubuhnya karena bangun kesiangan. Namun karena tekadnya sudah bulat untuk memperbaiki ibadah, Nayla tetap memaksakan diri sholat Shubuh begitu dia bangun tidur, tidak perduli meskipun sudah jam tujuh atau delapan pagi.
Tiga bulan berjalan, Nayla sudah bisa menjalankan ibadah sholatnya dengan baik. Dia sudah bisa bangun di saat Shubuh kemudian melaksanakan sholat, tapi setelah itu dia kembali melanjutkan tidurnya. Selanjutnya, Nayla mulai belajar untuk sholat sunnah dan mengaji. Pada dasarnya dia mengerti tentang sholat sunnah dan dia juga bisa membaca tulisan arab di Al-Qur’an karena dulu dia pernah les mengaji saat masih SD. Kebetulan sekolah TK dan SD nya adalah sekolah swasta Islam. Tapi karena jarang sekali menjalani sholat sunnah dan mengaji, akhirnya Nayla tidak terbiasa dan akhirnya kaku. Keinginannya untuk bisa lancar mengaji sangat besar, setiap hari dia terus belajar untuk melancarkan bacaan Al-Qur’annya dengan dibantu mamanya dan Al-Qur’an digital yang dibelinya.
Beberapa minggu kemudian, Nayla sudah lumayan lancar membaca Al-Qur’an walaupun belum bisa bagus dan maksimal, tapi dia terus belajar dan berusaha. Dia sudah mulai menjalankan sholat sunnah Dhuha setiap pagi dan sedang berusaha untuk bisa sholat Tahajjud setiap sepertiga malam. Dia juga mulai belajar untuk tidak kembali tidur setelah sholat Shubuh, dia melanjutkannya dengan mengaji dan mendengarkan pengajian atau tausiyah di tv. Tapi terkadang saat dia benar-benar mengantuk, tidak ada pilihan lain selain melanjutkan tidurnya usai sholat Shubuh.

♥♥♥♥♥♥


“Gimana perasaan kamu sekarang, Nayla?” tanya Misha saat mereka berdua pergi ke sebuah coffee shop.
“Jauh lebih baik, Sha.. Aku merasa lebih tenang, lebih ikhlas, dan aku mulai bisa berdamai dengan hatiku. Perlahan-lahan aku sudah bisa menerima kenyataan pahit ini. Walaupun aku masih sering merasa sedih, tapi aku sudah lebih tau cara mengatasinya.” jawab Nayla kemudian tersenyum.
Misha memegang tangan Nayla dan balas tersenyum. “Alhamdulillah... Syukurlah kalau begitu, aku ikut senang mendengarnya.”
“Kamu benar, Misha.. Dengan kita dekat pada Allah, hati dan jiwa kita terasa jauh lebih tenang dan damai. Walaupun kita ditempa oleh cobaan, tapi kita tidak akan mudah roboh dan hancur karena kita memiliki pegangan yang kuat. Aku menyesal, mengapa baru sekarang aku bisa beribadah dengan baik dan mendekatkan diriku sama Allah? Tapi di sisi lain, aku sangat bersyukur masih dIbukakan hatiku untuk memperbaiki diri.”
“Setiap orang pasti melakukan kesalahan dan dosa, sayang.. Tapi tidak pernah ada kata terlambat untuk memperbaiki dan belajar menjadi lebih baik.”
“Kalau aku tidak pernah bertemu dengan Rizky dan tidak pernah jatuh cinta padanya. Aku tidak akan pernah belajar menjadi dewasa dan bijaksana dalam menjalani hidup ini, Sha.. Aku tidak akan bisa menjadi orang yang sabar dan ikhlas. Kalau aku tidak kehilangan Rizky dan tidak merasakan patah hati. Mungkin aku tidak akan pernah sadar, aku tidak akan bisa memperbaiki diriku dan ibadahku. Sakit hatiku dan keputusasaanku yang menyeretku ke dalam keterpurukan yang dalam telah membukakan mata hatiku dan mendekatkan aku pada Allah. Sungguh cobaan ini telah benar-benar merubahku, Misha.. Kalau aku tidak mengalami cobaan ini, mungkin aku belum menjadi seperti sekarang. Aku pasti masih menjadi Nayla yang dulu.”
“Hidup adalah sebuah proses, Nayla.. Perjalanan panjang yang penuh liku dan terjal harus kita lalui. Setiap kita tersandung dan terjatuh lalu kita berdiri lagi dan terus berjalan, itu adalah fase kehidupan yang membuat kita menjadi dewasa dan kuat. Tapi jika sekalinya kita terjatuh lalu tidak mau berdiri lagi, itu berarti kita tidak dewasa karena kita sudah menyerah. Apa yang kamu alami dan bagaimana cara kamu menghadapinya itu sudah membuktikan bahwa kamu orang yang sangat dewasa dan kuat, kamu tidak mau menyerah dan tenggelam dalam keputusasaan. Kamu justru bangkit dan melangkah ke depan dengan tegap. Kamu adalah perempuan yang tegar dan tidak cengeng, sayang.. Sebagai sahabat, aku bangga sekali sama kamu.”
Nayla tersenyum, dia terharu bercampur bahagia. “Terima kasih, Misha sayang.. Kamu sahabat terbaikku. Kamu sudah membantuku untuk bangkit dan melanjutkan hidup.” ucap Nayla tulus lalu memeluk erat Misha.
♥♥♥♥♥♥


Satu setengah tahun kemudian, Nayla sudah menjalankan ibadah dengan baik. Luka dihatinya sudah semakin mengering. Terkadang dia masih mengenang kisah sedihnya, tapi dia mengenangnya dengan senyuman bukan lagi air mata. Patah hati dan usahanya untuk bangkit serta memperbaiki ibadahnya telah banyak merubah pribadinya. Nayla sekarang jauh lebih tenang, emosinya sangat terkontrol, dan lebih dewasa. Dia juga menjadi sangat bijaksana dalam menjalani hidupnya. Dia lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan dan mengambil keputusan.
Nayla sering bertanya pada Misha yang sekarang sudah berhijab tentang masalah penampilan dan gaya dandanan. Dia mengatakan ingin merubah penampilannya menjadi lebih dewasa sesuai dengan umurnya yang sudah 25 tahun. Dia sudah merasa malu mengenakan pakaian seperti perempuan ABG, celana dan rok pendek di atas lutut, atasan yang terkadang terlihat punggung dan perutnya, serta baju-baju yang tipis. Dia sekarang mulai berpenampilan lebih anggun dan sOpan. Dia mengenakan celana dan rok pendek di bawah lutut, atasan yang menutup hingga pinggul, dan baju-baju yang tidak tipis. Wajahnya yang biasanya polos kini disapu dengan make up tipis agar lebih cerah. Sepatu dan sandal yang dipakainya juga sudah ada haknya agar terlihat lebih manis.
Misha pernah menyarankannya untuk berhijab, tapi Nayla belum bersedia karena dia merasa belum siap. Baginya menutup aurat dengan berhijab itu bukan hal yang mudah. Berhijab tidak hanya sekedar mengenakan jilbab di kepala dan pakaian tertutup yang membalut tubuh, tapi makna yang sesungguhnya dari berhijab lebih dari itu. Berhijab tidak hanya sebatas pada penampilan pakaian saja, tapi harus meliputi tingkah laku, hati, pikiran, dan cara menjalani hidup. Untuk melakukan itu butuh kesiapan lahir bathin yang matang. Nayla tidak mau terburu-buru memutuskan untuk berhijab, dia ingin benar-benar merasa siap terlebih dahulu baru dia melakukannya.
Walaupun mamanya dan Misha mengatakan padanya semua itu bisa dilakukan secara bertahap dan belajar secara perlahan-lahan, tapi Nayla tetap merasa belum siap. Dia merasa tidak enak kalau nanti dia sudah berhijab tapi pikirannya, hatinya, ucapannya, dan perilakunya masih belum tertata dengan baik. Dia menyadari kalau dia masih suka kesal, marah, tanpa sadar membicarakan orang lain, berkeluh kesah, tertawa terbahak di tempat umum, kadang-kadang pecicilan, dan sebagainya. Di matanya, seseorang yang sudah berhijab harus lebih kalem dan terjaga semuanya luar dalam.

♥♥♥♥♥♥


Di luar hujan turun dan mulai mereda menjadi gerimis. Rumah Nayla dipenuhi orang-orang berpakaian hitam. Di depannya berdiri tenda dengan kursi-kursi yang berjajar rapi, separuh lebih sudah diduduki para tamu. Lantunan ayat-ayat suci dan do’a mengalun lirih diiringi tangis pilu yang menyanyat hati.
Di ruang tengah, orang-orang berpakaian hitam dan beberapa orang berpakaian serba putih duduk di atas karpet tebal mengelilingi meja panjang berukuran pendek. Di atasnya kain jarik terbentang menutupi seluruh tubuh hingga sebatas leher. Seorang wanita “tertidur” dengan kedua matanya tertutup rapat. Wajahnya pucat tapi masih terlihat cantik. Dia terlihat sangat damai dalam tidur abadinya.
Tadi pagi terjadi kecelakaan maut antara mobil dengan angkutan umum di sebuah jalan raya yang mengakibatkan jatuhnya korban luka berat pada sopir angkutan, luka ringan pada empat penumpang angkutan, dan kematian pada Nayla. Mamanya Nayla menangis pilu di samping tubuh Nayla yang diam membeku, tangan kirinya memegang tissu untuk menghapus air matanya dan tangan kanannya terus membelai kepala Nayla. Sebelumnya mamanya Nayla berkali-kali pingsan karena tidak kuat menahan kepedihan yang mendalam. Papanya dan kedua kakaknya juga larut dalam kesedihan dan air mata.
Di dalam kamar terasa gelap gulita. Nayla cepat-cepat menyalakan lampu di atas meja kecil yang ada di samping tempat tidurnya. Cahaya temaram menerangi ruangan. Nafasnya sedikit sesak, wajahnya basah oleh air mata yang deras mengalir. Tangannya meraba bantal yang dipakai dia tidur, basah. Dia turun dari kasurnya dan menyalakan lampu kamar, seluruh ruangan kini sudah benar-benar terang.
Nayla kembali duduk di kasurnya, tangannya menyentuh bantal sekali lagi. Tetap basah. Dia meraba wajahnya, juga basah. Dia beristighfar tiga kali lalu mengusap wajahnya dan menghapus air matanya. Dia merasa syok sendiri dengan mimpinya. Dia bermimpi dirinya meninggal karena kecelakaan. Dia sangat sedih karena usianya tidak panjang dan hatinya sangat pedih melihat keluarganya menangis pilu. Tapi kemudian dia sadar, ada satu hal yang membuatnya merasa jauh lebih sedih dan pilu. Di dalam mimpinya itu, dia meninggal dalam keadaan belum berhijab. Padahal dalam agamanya mengajarkan bahwa seorang wanita muslim itu seharusnya berhijab, seperti yang tertuang dalam Al-Qur’an dan sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Namun alasan belum siap dengan segudang pemikiran yang dianggap sebagai pembenaran oleh dirinya sendiri, Nayla menolak untuk berhijab. Dia memilih untuk menunda berhijab hingga nanti tiba saatnya dia merasa sudah benar-benar siap. Tapi kapan kesiapan itu akan datang? Dia sendiri tidak bisa memastikan karena dia tidak tau seperti apa ukuran kesiapan itu.
Nayla melihat jam, 2.45. Dia menghela nafas panjang, hatinya masih diselimuti kesedihan dan rasa takut karena mimpi buruk yang dialaminya. Dia baru ingat, tadi dia lupa membaca do’a tidur. Tadi dia belum bisa tidur padahal sudah jam sebelas lebih. Iseng-iseng dia mematikan lampu meja, maksudnya agar cepat mengantuk di dalam kegelapan. Tapi ternyata dia malah benar-benar ketiduran dan tidak sempat menyalakan kembali lampu meja dan berdo’a. Akhirnya dia pun bermimpi buruk dalam tidurnya. Tapi kemudian Nayla berpikir, apakah itu benar-benar hanya sekedar mimpi atau itu adalah sebuah teguran untuknya karena belum mau untuk berhijab?
Tanpa berpikir lebih lama lagi, Nayla masuk ke dalam kamar mandi dan berwudhu. Dia menggelar sajadah dan mengenakan mukena. Dia sholat Tahajjud dengan khusyu’. Usai sholat, dia duduk bersimpuh dengan kedua tangan menengadah untuk bermunajat kepada Allah SWT. Bibirnya mengucap untaian do’a dan harapan diiringi buliran air mata yang turun di wajahnya.
“Ya Allah... Engkau adalah Maha Rohman dan Maha Rohim... Engkau Maha Membolak-balikkan hati manusia. Ya, Rabb....ampuni hamba jika hamba sudah menolak untuk berhijab karena alasan hamba yang belum siap. Hamba sadar, seharusnya hamba tidak melakukan itu karena berhijab adalah kewajiban setiap muslimah. Ketidaksiapan hamba ini hamba benarkan dengan pemikiran hamba sendiri yang sama sekali tidak ada dasarnya. Ampuni hamba, Ya Rabb... Maafkan hamba. Malam ini hamba berjanji pada-Mu, hamba akan berhijab mulai besok pagi. Hamba bersumpah dan Engkaulah saksinya, hamba akan berhijab lahir dan bathin sebagaimana seharusnya menjadi seorang muslimah yang baik. Hamba tidak hanya akan berhijab pada tubuh hamba namun hamba juga akan belajar berhijab pada hati, pikiran, dan perilaku hamba. Tuntunlah hamba dan mudahkanlah jalannya. Berilah hamba umur panjang dan kesempatan untuk memperbaiki diri dan terus meningkatkan ibadah hamba. Izinkanlah hamba untuk kembali dan berada dekat dengan-Mu, Ya Allah... Amin...Amin...ya Robbal ‘alamin...”

♥♥♥♥♥♥

Tidak ada komentar:

Posting Komentar